Publikom Gama Beri Lifetime Achievement Award ke Jakob Oetama
Jogja: Publikom Gama (Paguyuban Alumni Ilmu Komunikasi UGM) dan Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM memberikan penghargaan "Lifetime Achievement" kepada tokoh pers senior Jakob Oetama (86 tahun). Penghargaan diserahkan pada puncak acara kongres dan temu alumni Publikom Gama di kampus Fisipol UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Sabtu (13/5) malam.
Ketua Publikom Gama Imam Wahyudi mengatakan, Lifetime Achievement dianugerahkan kepada alumni Komunikasi UGM yang memiliki pencapaian dan prestasi sepanjang karier profesionalnya, yang terekam kokoh dalam sejarah sebuah komunitas.
"Tim penilai dari Publikom dan Depkom UGM tidak kesulitan bermufakat untuk menetapkan Jakob Oetama sebagai penerima Lifetime Achievement 2017. Selain rekam jejak ketokohan dan impak yang ditimbulkan bagi komunitas dan bangsa lewat kontribusinya di dunia jurnalisme, Pak Jakob layak menerima penghargaan ini karena beliau adalah alumni generasi pertama Komunikasi UGM, saat namanya masih Jurusan Publisistik," kata Imam.
Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UGM Kuskridho Ambardi menambahkan, publik bisa memulai menilai Jakob Oetama (JO) dari daftar panjang milestones perjalanan di tiga wilayah yang ditekuni pendiri Harian Kompas itu. Yakni, jagat pendidikan, kewartawanan dan jagat entrepreneurship.
Dari tiga rute itu, jejak JO di bidang pendidikan yang bersifat formal hanya muncul pada usia awal dan usia senja. "JO mengawali karier sebagai guru SMP dan kelak pada 2005 mendirikan UMN (Universitas Multimedia Nusantara) serta mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari Fisipol UGM pada 2003," urai Dodi, sapaan karib Kuskridho.
Di dua jagat lainnya, kewartawanan dan entrepreneurship, lanjut Dodi, JO menorehkan jejak yang cemerlang. Di jagat jurnalisme, sosok JO lebih dilekatkan pada Harian Kompas yang didirikannya bersama PK Ojong pada 1965.
Namun, sepanjang karier profesionalnya, JO (dan Kompas) pernah mengalami peristiwa eksistensial, yakni ketika dihadapkan pada titik untuk melakukan kompromi atau melawan kekuasaan. "JO memilih jalan pertama meski bentrok dengan sejawatnya PK Ojong yang memilih opsi kedua," lanjut Dodi.
Sejak itulah mulai muncul "eksperimen" ala JO yang dikenal dengan sebutan Jurnalisme Kepiting. Ini sejatinya olok-olok terhadap model jurnalisme yang suka meraba dalam kegelapan jika ada lubang atau batu yang menghalangi, lalu mencari jalan melingkar agar tetap
hidup dan tak terperosok ke dalam jurang yang memberikan teknik
bertahan hidup – the art of survival.
Menurut Dodi, Jurnalisme Kepiting adalah label peyoratif yang disematkan ke jurnalisme Kompas khususnya, dan jurnalisme Indonesia umumnya. "Bagi JO, persoalannya adalah bagaimana bersuara kritis dalam iklim politik yang hanya menyisakan sangat sedikit ruang kebebasan," kata Dodi.
Jejak JO di jagat bisnis lebih cemerlang lagi. Intisari dan Kompas telah berkembang menjadi raksasa konglomerasi media dan non-media sekaligus. KKG (Kelompok Kompas Gramedia) tak hanya menampung ribuan karyawan, tetapi juga memberikan sebuah model bisnis pers dan model konglomerasi pers. "Grup ini memberikan jendela bagaimana mengembangkan bisnis media, yakni berkembang perlahan sesuai kapasitas finansial dan ketersediaan peluang bisnis dengan bertumpu pada kekuatan internal," timpal Imam Wahyudi.
Penghargaan Lifetime Achievement -- berupa plakat dan sertifikat -- diserahkan oleh Ketua Depkom Fisipol UGM Dodi Ambardi, didampingi Ketua Publikom Gama Imam Wahyudi dan diterima oleh Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas St. Sularto, mewakili Jakob Oetama yang berhalangan hadir karena kesehatan dan kondisi fisik yang sudah sepuh. (NJ)