Puasa Asyura, Namun Masih Memiliki Utang Puasa Ramadan
Berpuasa pada Hari Asyura memang sangat dianjurkan dalam Islam. Tapi, bagaimana dengan mereka yang masih punya utang pada saat puasa Ramadan? Tentu ini lebih berlaku bagi kaum Muslimah.
Begini pesan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) dalam haditsnya.
عن أبى سلمة قال، سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، تَقُولُ: كانَ يَكونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِن رَمَضَانَ، فَما أسْتَطِيعُ أنْ أقْضِيَ إلَّا في شَعْبَانَ. قَالَ يَحْيَى: الشُّغْلُ مِنَ النبيِّ أوْ بالنبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ.
Dari Abu Salamah, mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqadha’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perawi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits :
1- Sebagaimana pelajaran dari hadits ‘Aisyah yang di mana beliau baru mengqadha’ puasanya saat di bulan Sya'ban.
2- Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan menyegerakan mengqadha’ puasa Ramadhan. Jika ditunda, maka tetaplah sah menurut para ulama muhaqqiqin, fuqaha dan ulama ahli ushul. Mereka menyatakan bahwa yang penting punya azam (tekad) untuk melunasi qadha’ tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 23).
3- Inilah pendapat terkuat dan lebih tepat (yaitu boleh melakukan puasa sunnah sebelum qadha’ puasa selama waktunya masih lapang.
4- Kesimpulannya, masih boleh berpuasa Asyura meskipun memiliki utang puasa (qadha puasa). Asalkan yang punya utang puasa tersebut bertekad untuk melunasinya.
Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:
1- Jika seseorang melakukan puasa sunnah sebelum qadha’ puasa, puasanya sah dan ia pun tidak berdosa. Karena analogi (qiyas) dalam hal ini benar. Untuk mengqadha’ puasanya di hari lainnya dan tidak disyaratkan oleh Allah Ta’ala untuk berturut-turut. Seandainya disyaratkan berturut-turut, maka tentu qadha’ tersebut harus dilakukan sesegera mungkin. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masalah mendahulukan puasa sunnah dari qadha’ puasa ada kelapangan. Allah Ta’ala berfirman
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barangsiapa yang sakit atau dalam keadaan bersafar (lantas ia tidak berpuasa), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).
2- Yang mesti dipahami, dalam mengqadha’ puasa Ramadhan, waktunya amat longgar, yaitu sampai Ramadhan berikutnya,
harinya bebas untuk menunaikan qadha’ puasa. Allah Ta’ala berfirman,
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
Demikian wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.
Advertisement