Puan: Publik Minta DPR Segera Sahkan RUU TPKS
DPR menerima dukungan dan aspirasi masyarakat agar pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dipercepat. Tidak perlu menunggu korban kekerasan seksual lebih banyak lagi.
Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut sampai Kamis 13 Januari 2022, tercatat sekitar 15 perwakilan organisasi masyarakat dan keagamaan yang berspektif terhadap perempuan. Puan pun mendapat dukungan semangat untuk memperjuangkan agar RUU TPKS segera dirampungkan.
Salah satu dukungan itu disampaikan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Ketua KUPI Nur Rofiah menyatakan hasil musyawarah KUPI menegaskan bahwa kekerasan seksual hukumnya haram baik di dalam maupun di luar perkawinan. Salah satu hasil musyawarah KUPI pun merekomendasikan adanya sistem perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
“Karena itu tentu saja kami sangat mendukung pengesahan RUU ini. Apabila disahkan, itu tidak hanya melindungi bangsa dari menjadi korban kekerasan seksual yang itu jelas kezaliman tetapi juga melindungi bangsa dari menjadi pelaku kezaliman atau pelaku kekerasan seksual itu sendiri,” kata Rofiah.
Hal tersebut disampaikannya saat melakukan audiensi dengan Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 14 Januari 2022.
Selain Rofiah, ada belasan aktivis perempuan dari berbagai elemen dan latar belakang yang ikut menyalurkan aspirasinya kepada Puan. KUPI pun pada 13 Januari menggelar acara secara online mendoakan kelancaran RUU TPKS. Rofiah mengatakan, acara diikuti oleh ratusan pesantren yang ada di Indonesia.
“Dan Mbak Puan, kami juga sudah melakukan istighosah kubro tanggal 14 melalui Zoom yang diikuti 1 akun Zoom itu biasanya kan satu orang ya, ini 1 akun zoom 1 pesantren. Jadi beratus-ratus pesantren ikut mendoakan anggota DPR untuk bisa keteguhan hati mengesahkan RUU TPKS,” tuturnya.
Menurut Rofiah, pemahaman Islam harus memperhatikan kemaslahatan bagi kaum perempuan. Mengingat secara biologis, sistem reproduksi perempuan bisa berdampak panjang untuk kehidupannya jika menjadi korban kekerasan.
“Mohon maaf, laki-laki itu sistem reproduksinya hanya mengeluarkan sperma, durasinya menit bahkan detik dan rasanya nikmat. Sementara sistem reproduksi perempuan itu menstruasi sakit, hamil melahirkan menyusui melelahkan bahkan sakit berlipat-lipat,” ucapnya.
“Maka apa yang disebut dengan kemaslahatan, apa yang disebut oleh keadilan dan kebijakan negara, tidak boleh menyebabkan pengalaman biologis khas perempuan yang sudah sakit ini makin sakit,” imbuh Rofiah.
Oleh karena itu, KUPI mengajak kaum laki-laki ikut memperjuangkan perlindungan terhadap perempuan termasuk dalam hal kekerasan seksual. Rofiah juga menekankan unsur sosial di mana perempuan rentan mengalami ketidakadilan.
“Kami senang sekali Ketua DPR nya perempuan sehingga berharap sekali, seluruh UU termasuk RUU TPKS ini yang sangat dibutuhkan oleh perempuan itu bisa dapat perhatian memadai dan menjadi prioritas. Karena kalau dalam Islam itu tujuan Islam kami meyakini adalah mewujudkan sistem kehidupan yang menjadi anugerah bagi semesta termasuk bagi perempuan,” paparnya.
Rofiah menegaskan banyak masyarakat dari kelompok agama yang memberikan dukungan terhadap RUU TPKS. Ia menyemangati Puan agar terus memperjuangkan RUU TPKS sehingga prosesnya dapat berjalan dengan lancar.
“Itu yang rasional sudah, yang spiritual sudah. Jadi kalau sampai ada yang menolak pengesahan RUU TPKS menjadi UU atas nama Islam, jangan khawatir karena yang mendukung itu jauh lebih banyak. Insyaallah,” ungkap Rofiah.
“Kami terus mendukung Mbak Puan dan teman-teman di DPR untuk bisa melanjutkan proses ini dengan baik. Mudah-mudahan yang kita harapkan Indonesia ini menjadi Negara yang aman bagi setiap bangsanya dan selamat baik dari menjadi korban maupun jadi pelakunya,” tambah dia.
Dukungan juga datang dari Peneliti pada Pusat Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Luky Sandra Amalia. Ia menegaskan kekerasan seksual merupakan persoalan yang berdampak pada perempuan dan anak, apapun status dan latar belakangnya.
“Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan atau SDGs. Tetapi Perempuan bukan hanya penerima manfaat dari SDGs secara pasif. Perempuan telah dan akan menjadi key driver untuk SDGs,” urai Luky.
Luky pun berbicara mengenai pemimpin perempuan dalam gerakan perempuan dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender. Menurutnya, pemimpin perempuan memiliki peranan penting untuk menghentikan kekerasan seksual dan mencapai target-target SDGs.
“Banyak sekali pemimpin perempuan yang di era pandemi lebih berhasil meminimalisir kasus penyebaran Covid-19 dan menekan angka kematian dibandingkan dengan negara yang dipimpin laki-laki. Contohnya Jerman, Selandia Baru, Taiwan, Denmark, Finlandia, Islandia,” jelasnya.
“Karena pemimpin perempuan memiliki gaya komunikasi yang lebih bersahabat dan lebih empati. Itu seperti yang dilakukan Mba Puan sore hari ini. Hanya pemimpin perempuan yang bisa memahami dan menyelesaikan persoalan perempuan,” imbuhnya.
Kehadiran pemimpin perempuan disebut dapat memberikan inspirasi kepada perempuan-perempuan lain untuk mengikuti jejaknya. Termasuk dalam hal politik yang menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Saya mengambil contoh kehadiran presiden perempuan Ibu Megawati. Dengan kehadirannya memberikan harapan, angin segar bahwa politik bukan hanya dunianya laki-laki. Bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin,” kata Luky.
“Hari ini Mbak Puan Maharani menjadi Ketua DPR RI perempuan, itu menjadi inspirasi bagi banyak perempuan dan melahirkan harapan bagi perempuan untuk bisa jadi pemimpin, terlibat aktif di politik dan menyuarakan aspirasinya di ruang publik,” sambungnya.
Advertisement