Anak Korban Pencabulan Paman di Banyuwangi Itu Shock Berat
Selama bertahun-tahun, AR, 16 tahun menjadi korban pelampiasan nafsu pamannya, SUB, 38 tahun. Ibu kandung AR meninggal dunia saat dirinya masih kecil. Ayah kandungnya memilih menikah lagi dengan perempuan lain. Sejak saat itu AR terpaksa tinggal bersama SUB di Desa/Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.
SUB yang seharusnya menjadi pelindung, justru merenggut mahkota kehidupan AR. Perbuatan sang paman sekaligus menghancurkan masa depannya. Karena kini AR telah berbadan dua. Buah dari perbuatan sang paman. Tekanan psikologis yang harus ditanggung gadis kecil ini sangat luar biasa.
Untuk membantu AR mendapatkan keadilan dan memulihkan trauma yang dialami AR, pemerintah pun turun tangan. Melalui Pekerja Sosial Perlindungan Anak (PSPA) Kementerian Sosial, negara memberikan pendampingan pada AR. Sejak awal kasus ini terungkap pada Senin 4 Januari 2021 lalu, dua orang petugas PSPA Kementerian sosial telah melakukan pendampingan pada AR.
“Kita akan melakukan pendampingan sampai ke tingkat sidang. Tetap kita dampingi dalam persidangan,” ungkap salah satu petugas PSPA Kementerian sosial yang mendampingi AR, Ikhsan Masruri, beberapa hari lalu.
Proses pendampingan pada AR ini diawali dengan melakukan assesment pada korban dan keluarganya. Assesment ini sebagai bahan PSPA Kementerian sosial untuk membuat Laporan Sosial. Laporan sosial ini akan menjadi lampiran dalam berkas penyidik dalam penanganan kasus dugaan persetubuhan anak di bawah umur ini.
“Pertama kami membuatkan laporan sosial, karena di Sistem Peradilan Pidana Anak itu disebutkan penyidik wajib meminta Laporan Sosial dari pekera sosial atau tenaga kesejahteraan sosial untuk lampiran berkas perkara,” jelas pria yang akrab dipanggil Ikhsan ini.
Dia menjelaskan, dalam beberapa kasus, majelis hakim yang menangani kasus seperti ini meminta PSPA Kementerian Sosial membacakan Laporan Sosial itu di dalam persidangan. Karena dalam Laporan Sosial itu mencantumkan efek peristiwa itu seperti apa kepada anak yang menjadi korban pencabulan. Laporan sosial ini juga sebagai bahan pertimbangan bagi majelis hakim dalam menjatuhkan putusan kepada pelaku tindak kekerasan seksual dengan korban anak.
Sebagai kepanjangan tangan negara, Petugas PSPA Kementerian Sosial juga berupaya membantu AR tetap mendapatkan haknya untuk bersekolah. AR sendiri saat ini duduk di bangku kelas X sebuah SMK swasta. Karena dengan adanya kasus ini AR dipastikan menghadapi kendala berkaitan dengan sekolahnya.
“Dia kan terkendala masalah sekolahnya nanti bagaimana. Kami harapkan sekolahnya bisa tetap lanjut. Terserah mau kejar paket atau bagaimana,” ungkap Ikhsan.
Untuk penanganan trauma secara psikologis, PSPA Kementerian Sosial akan bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Banyuwangi untuk mengakseskan psikolog pada AR selaku korban.
Ikhsan menambahkan, berdasarkan hasil proses assesment yang dilakukan, saat ini kondisi psikologis AR cukup tertekan. Gambaran kondisi psikologis itu terlihat jelas dari raut wajah AR. Atas pertimbangan itu, PSPA hingga saat ini tidak terlalu banyak menggali informasi seputar peristiwa tindak kejahatan seksual tersebut kepada AR. Karena dikhawatirkan tekanan psikologis yang dialami korban semakin bertambah parah.
“Karena saya mempertimbangkan kondisi psikologis anaknya. Takutnya teringat perkara itu nanti shock lagi. Saya hanya menanyakan masalah sosial yang dia hadapi pasca kejadian tersebut,” bebernya.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkannya, selama bertahun-tahun menjadi pelampisan nafsu pamannya, AR jarang keluar rumah. Kondisi ini dimungkinkan karena korban sudah merasakan tekanan psikologis. Dia merasa malu dan minder untuk bergaul dengan teman-temannya.
“Kalau yang jelas secara umum kelihatan anak yang punya beban karena dia dalam kondisi hamil. Sementara hamilnya di luar nikah, tidak dikehendaki,” jelasnya.
Bagaimana dengan anak yang nantinya dilahirkan AR? Ikhsan menuturkan, secara aturan keputusan mengenai pengasuhan anak yang akan di lahirkan AR diserahkan sepenuhnya kepada AR selaku orang tua kandungnya. Selain itu, PSPA Kementerian Sosial juga mempertimbangkan masukan dari pihak keluarga inti dari korban.
Dari hasil assesment yang dilakukan pada AR dan keluarga intinya, anak yang akan dilahirkan AR rencananya akan diasuh oleh salah satu keluarga terdekatnya.
“Tentunya berkaitan dengan pengasuhan anak ini kami juga ikut memantau,” ungkapnya.