Psiko-hierarkis di Kasus Yosua versi Prof Mahfud
Oleh: Djono W. Oesman
Hasil autopsi ulang Brigadir Yosua, kata pengacara keluarga Yosua, Komaruddin Simanjuntak ke pers, Selasa (2/8): Ada luka tembak dari belakang kepala tembus hidung.
-------------
Komaruddin Simanjuntak, tepatnya berkata begini:
"Di mana, berdasarkan hasil autopsi ulang yang dilihat oleh duta kita, atau wakil kita, yang berprofesi dokter dan magister kesehatan. Ternyata ditemukan luka itu. Luka tembak dari belakang kepala nembus hidung."
Sedangkan, kronologi kejadian seperti keterangan pers dari Polri, ini kasus tembak-menembak (Brigadir J dengan Bharada E). Artinya, dua pelaku saling berhadapan.
Tim dokter forensik yang melakukan autopsi, ada delapan orang. Itu dikatakan Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan Selasa, 26 Juli 2022 (sehari sebelum autopsi) mengatakan:
Ada tujuh dokter dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI). Dan, satu dokter forensik disediakan pihak keluarga Yosua.
Ketua tim forensik autopsi, Ade Firmansyah Sugiharto, dokter forensik dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Belum mengumumkan hasil autopsi. Katanya, masih lama. Bisa dua bulan.
Ade Firmansyah di konferensi pers di tempat autopsi, Rabu, 27 Juli 2022, mengatakan:
"Rentangnya... saya nggak ingin terlalu menggebu-gebu. Mungkin antara empat sampai delapan minggu lah ya... Sampai keluar hasil yang bisa kita berikan kepada pihak penyidik, peminta autopsi ini."
Ringkasnya, setelah sekitar empat sampai delapan minggu ke depan (sejak 27 Juli 2022), hasilnya keluar. Lantas, pihak tim forensik menyerahkan hasilnya ke Polri, selaku pihak peminta autopsi.
Penyidik Polri, diwakili Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo kepada pers, Rabu, 27 Juli 2022, mengatakan, semua pihak diharapkan bersabar menunggu hasil autopsi.
Dedi Prasetyo: "Penyidik akan sangat berkepentingan untuk meminta hasil dari hasil autopsi yang dilakukan hari ini. Sebagai tambahan alat bukti, yang nanti akan dibuka dan diungkap di sidang pengadilan."
Maka, hasil autopsi (sebagian) yang dikatakan Komaruddin itu, mendahului pengumuman resmi hasil autopsi. Yang kira-kira masih sekitar tiga sampai tujuh pekan ke depan. Itu pun, kata pihak Polri, akan diungkap di pengadilan. Bukan dalam keterangan pers. Atau wawancara pers.
Apakah keterangan yang disampaikan Komaruddin itu melanggar aturan? Jawabnya, belum ada aturannya untuk itu. Tidak juga melanggar undang-undang.
Komaruddin menyampaikan itu, berdasar keterangan dari dokter forensik pihak keluarga korban, yang ikut dalam proses autopsi. Melihat langsung jenazah Yosua.
Inilah salah satu kekhususan kasus ini. Belum pernah ada autopsi dilaksanakan tim berbeda kubu. Kubu independen, dan kubu pihak keluarga Yosua. Sehingga terjadi seperti ini.
Informasi tersebut dijadikan tambahan laporan Komaruddin ke Bareskrim Polri. Sebelumnya, Komaruddin sudah melapor ke Bareskrim Polri, bahwa ada dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua, melanggar Pasal 340 KUHP di kasus ini.
Komaruddin: "Jadi, intinya tadi kami mengubah berita acara menjadi berita acara pemeriksaan pelapor, atau saksi, atau menjadi pro justitia. Kemudian kita ada keterangan tambahan di luar daripada yang sudah ditanyakan kepada pemeriksaan dahulu, yaitu bahwa kita menemukan hasil daripada autopsi ulang atau visum et repertum ulang yang sudah dijelaskan tadi."
Informasi itu (bekas tembakan belakang kepala), kemudian dikembangkan wartawan, dengan meminta konfirmasi ke Komnas HAM. Sehingga lebih melebar lagi.
Hasilnya, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan di kantornya, Rabu, 3 Agustus 2022, menjawab:
"Tanyakan kepada yang ngomong saja. Kami tidak mau masuk dalam ruang itu, karena tahapannya memang harus kami lalui. Habis pemeriksaan uji balistik dengan Inafis dan sebagainya, nanti ngecek yang lainnya."
Begtulah, kasus ini melebar ke mana-mana. Melibatkan banyak pihak. Pihak paling berkepentingan, ayah Yosua Hutabarat, Samuel Hutabarat, menemui Menko Polhukam Mahfud MD di kantornya, Rabu, 3 Agustus 2022. Samuel didampingi kuasa hukum dan marga Hutabarat, diterima Menko Mahfud.
Hasilnya, Samuel Hutabarat kepada pers mengatakan, keluarganya berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang sudah tiga kali menyatakan, Polri harus mengungkap kasus ini secara obyektif dan transparan.
Samuel: "Kami sekeluarga juga berterima kasih kepada Bapak Mahfud, yang sejak awal sudah mengawal kasus anak kami ini, agar diungkap transparan."
Sedangkan, Menko Mahfud kepada pers, mengatakan, berdasarkan banyak data dari berbagai sumber yang ia terima, disimpulkan, sebenarnya ini kasus sederhana. Ditangani tingkat Polsek saja bisa selesai dengan cepat.
Kasus ini jadi bertele-tele, kata Mahfud, karena ada dua hal: Psiko-hierarkis dan psiko-politis. Tidak dijabarkan artinya.
Mahfud: "Tugas saya adalah mengawal kebijakan atau arahan presiden bahwa harus dibuka dengan benar. Sehingga saya punya tatanan lengkap dari keluarga ada, dari intelijen ada, dari para purnawirawan polisi ada, dari Kompolnas ada, dari Komnas HAM ada, dari LPSK ada, dari sumber-sumber perorangan di Densus, juga BNPT, saya tanya semua dan tentu saya punya pandangan nantinya. Tetapi pandangan saya ini tidak akan mempengaruhi proses hukum yang sekarang sedang berjalan."
Dari pernyataan itu, Mahfud sudah mengetahui konstruksi perkara ini yang sebenarnya. Konstruksi kejadiannya. Tapi tidak ia ungkap, karena ia Menko. Seumpama ia ungkap, bisa mempengaruhi proses penyidikan yang kini sedang berlangsung. Dan, itu tidak etis.
Itu sebab, Mahfud meminta semua pihak bersabar menunggu akhir dari kasus ini. Sabar, menunggu sampai ujung kasus.
*) Penulis adalah Wartawan Senior