PSI Kecam Teman Sekoalisi karena Dukung UU Santri dan Syariah
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melontarkan kritik tajam ke sejumlah parpol nasionalis karena dinilai bungkam terkait isu intoleransi di Indonesia. Setelah 'menghajar' partai oposisi Gerindra dan PKS, partai sekoalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf juga dicaci, karena dianggap mendukung terbitnya Undang Undang Santri dan Syariah.
Ketua Umum PSI Grace Natalie menyampaikan kritik tajam ke sesama parpol nasionalis saat pidato politik di Medan International Convention Center, Senin, 11 Maret 2019. Kritikan itu juga ditujukan kepada parpol pro-Jokowi.
Ia kemudian mengungkap satu demi satu 'dosa' partai nasionalis. Pertama, ia mempertanyakan ada partai nasionalis yang diam-diam mendukung peraturan daerah syariah. Ia mempertanyakan sikap partai politik terhadap kasus Meliana di Tanjung Balai.
"Ke mana kalian--partai nasionalis--pada September 2018 ketika Ibu Meliana, korban persekusi yang rumahnya dibakar pada saat dia dan anak-anaknya ada di dalamnya, justru divonis bersalah penjara dua tahun oleh pengadilan," ujar Grace seraya mengungkap upaya PSI melindungi Meliana.
"Kenapa kalian bungkam, ketika pada 27 September lalu, tiga gereja disegel Pemerintah Kota di Jambi karena adanya ancaman dan desakan sekelompok orang. Hanya PSI yang mengecam. Sedang apa kalian ketika 13 Januari lalu terjadi persekusi atas jemaat GBI Philadelpia yang sedang beribadah di Labuhan Medan? Kenapa hanya PSI yang memprotes itu?" ujarnya terus mencecar partai nasionalis.
Ia lantas mempertanyakan di mana partai nasionalis ketika pada 17 Desember nisan kayu salib dipotong dan prosesi doa kematian seorang warga Kristen ditolak massa.
"Cuma PSI yang menyampaikan kecaman atas peristiwa sedih itu. Lagi-lagi, hanya PSI yang pada 12 Oktober lalu mendesak polisi mengusut peristiwa teror atas upacara sedekah laut di Bantul, Yogjakarta," pendatang baru di panggung politik.
Menanggapi tudingan tersebut, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristianto menganggap partai pimpinan Grace Natalie itu kekurangan informasi.
"Mungkin partai baru ini kurang informasi. Dalam kasus-kasus tertentu terlihat genit atau lebai," kata Hasto DPP PDIP
Hasto memberi contoh saat PDIP hadir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kebangsaan. Dia menganggap PSI hanya mampu berwacana, tetapi minim implementasi di lapangan.
"Dalam kasus teror sedekah bumi, tim kami di Yogya, dikoordinir anggota DPR Myesti Wijayati, bekerja dengan komponen kebangsaan lain, melakukan penguatan keberanian perlawanan masyarakat. Terhadap rekomendasi NU terhadap berbagai persoalan kebangsaan, kami tidak hanya memberi apresiasi, tetapi melakukan implemementasi sampai akar rumput," tutur Hasto.
"Mungkin PSI lebih tertarik gembar-gembor (berwacana) daripada kerja konkret di lapangan. Soal RUU Pesantren dan Pendidikan Agama, masih draf sudah didramatisasi dengan hiperbolisme politik. Mereka tidak tahu bahwa setiap fraksi, komisi, bahkan anggota, berhak mengusulkan RUU. Prosesnya panjang dan berliku. Membuka ruang dialog adalah proses mendewasakan kehidupan bangsa," kata Sekjen PDIP
Dia menyindir PSI sebagai partai yang hanya berkutat pada persoalan diksi. Sedangkan PDIP, sambung Hendrawan, lebih memilih mengimplementasikan ideologi ke dalam kerja-kerja nyata.
"PSI pandai berkata-kata dengan diksi dan narasi yang menarik. Sementara kami lebih sibuk menerjemahkan ideologi ke dalam krida dan kerja politik kongkrit, melalui siklus internalisasi, sosialisasi, eksternalisasi dan kombinasi dari berbagai metode pembumian gagasan," tuturnya.(asm)