PSBB Surabaya Segera Mulai, Tukang Pijat Makin Menjerit
Daftar kelompok terdampak pandemi Corona tambah panjang. Dalam hal ekonomi, selain tukang salon, tukang pijat menjadi yang paling ikut kehilangan sumber pendapatan. Bahkan, tukang pijat terpuruk sebelum PSBB Surabaya diterapkan. Bikin tukang pijat makin menjerit.
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Surabaya dan sekitarnya sudah disetujui Menteri Kesehatan. Sekarang tinggal menunggu tuntasnya Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota yang menjadi acuan perlaksanaan salah satu cara mengatasi Darurat Kesehatan ini.
Meski baru akan diterapkan, pemberlakukan PSBB Surabaya dan sekitarnya makin membuat was-was sejumlah tukang pijat. Sebab, bagi mereka, makin lama akan makin menyusahkan. Mereka tak bisa bekerja karena pekerjaannya melanggar physical distancing alias jaga jarak.
"Sejak ada wabah, semua pelanggan takut dipijat. Padahal mereka semua diam di rumah. Tidak bepergian ke mana-mana,'' kata Roy Sjahboedin, tukang pijet yang tinggal di Surabaya Barat.
''Pijet sepi Bapak. Sejak ada wabah Corona saya hanya tinggal di rumah. Menjaga kesehatan bersama keluarga,'' tambah Choliq Abdul Jalal, tukang pijat yang lain.
''Kebetulan sebelum ada wabah Ibu saya meninggal di Jombang. Jadi sampai sekarang saya masih di Jombang. Tapi ya tidak ada pesanan memijat dari Surabaya,'' tutur Ridwan.
Roy, Jalal, dan Ridwan hanya sebagian dari puluhan tukang pijat panggilan. Mereka sudah punya pelanggan yang banyak. Bahkan, sehari mereka bisa memijat lebih dari satu orang.
Malah Jalal selama ini dikenal sebagai tukang pijat tokoh-tokoh politik di Surabaya. Ia tidak hanya pintar memijat. Pria asal Kediri ini juga beberapa kali mengarang lagu.
Lagu ciptaannya tentang Julia Peres sempat viral dan menimbulkan kontroversi. Sebab, lagu yang dirilis saat Jupe berjuang melawan penyakit kanker, lagu Jalal menggambarkan seolah-olah Jupe sudah meninggal.
Lantas apa yang mereka lakukan saat PSBB Surabaya dan sekitarnya diberlakukan kelak? Semuanya menjawab hanya bisa pasrah. ''Semoga saja wabah Coronanya segera sirna,'' tutur Roy memelas.
Dia mengaku beruntung sudah punya anak yang sudah bekerja. Jadi, selama tidak ada panggilan memijat, kehidupannya ditopang oleh anaknya. ''Untuk hidup sehari-hari dibantu anak,'' tambahnya.
Sesekali beberapa pelanggannya ikut membantu mengirimkan uang meski tidak dipijat. Hanya saja, ia berharap wabah ini segera berakhir sehingga bisa menjalankan profesinya kembali sebagai tukang pijat.
Roy mengaku tidak punya keahlian lain selain pijat refleksi. Karena itu, ia tidak punya bayangan apa-apa jika pandemi Corona ini berlangsung lama. Dia mengaku hanya pasrah.
Jalal berbeda dengan Roy. Pria yang pernah lama mengabdi ke almarhum KH Munif Djazuli Ponpes Queen Alfalah, Ploso Kediri, ini sudah terpikir untuk berusaha lain.
''Ini saya mau mencoba usaha jual makaroni online. Siapa tahu bisa buat tambah kebutuhan,'' kata Jalal yang kini tinggal di kawasan Krian Sidoarjo ini.
Karena tidak ada sama sekali panggilan memijat sejak wabah Corona, maka tabungannya pun makin menipis. ''Karena itu saya sangat berharap wabah ini segera sirna,'' tutur Jalal.
Namun, kata Jalal, mencoba usaha lain juga tidak gampang. Ia bilang saat hendak mulai usaha bikin makanan berbahan makaroni, bahan bakunya juga sulit.
''Baru mulai bahan bakunya habis. Ini masih terkendala pengiriman. Sebab bahan bakunya berasal dari Jakarta,'' tambah pria yang akrab dengan panggilan Mbah Jalal ini.
Roy, Jalal, dan Ridwan hanya sebagian pekerja nonformal dengan keahlian khusus yang tersingkir wabah Corona. Masih banyak lagi mereka yang kehilangan pekerjaan.
Apalagi para migran yang tak bisa pulang akibat larangan mudik. Sementara diĀ Surabaya dan sekitarnya mereka tidak bisa bekerja karena protokol virus Corona atau lainnya.
Mbah Jalal mungkin masih bisa bernyanyi sambil menunggu bahan makaroninya tiba. Tapi sayang tidak semua tukang pijat punya banyak bakat seperti dia.
Perlu dipikirkan juga nasib mereka.
Advertisement