Proyek Strategis Nasional, Quo Vadis?
Menyimak tulisan Prof Dr Ishak Rafick (Direktur Eksekutif Masadepan Institut) tentang dugaan korupsi Proyek Strategis Nasional (PSN), jantung saya berdetak cepat. Prof Ishak Rafick mengutip laporan PPATK tentang dugaan korupsi 36,67/% proyek PSN. Kalau laporan itu benar, sepanjang 2016 - 2023 ada 190 PSN dengan nilai total Rp1.515 triliun. Artinya, Rp 500 T lebih diduga telah dikorupsi.
Di samping itu, menurut Prof Rafick, PSN berpotensi mengancam tanah-tanah dan perkampungan rakyat. Hal ini pernah terjadi di Rempang, Deli Serdang, Tanjung Pasir, (yang menegaskan) tanah rakyat tersebut bisa diubah menjadi PSN atau KEK melalui UU Omnibus Law (UU Cipta Kerja).
Menurut kalkulasi Prof Rafick ada 190 PSN dengan nilai total Rp1. 515 Triliun. Artinya sekitar Rp 500 triliun lebih, uang negara lenyap yang mestinya bisa digunakan untuk memberantas kemiskinan dan meningkatkan pendidikan PSN adalah proyek nasional yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak swasta, tetapi anggarannya disediakan oleh pemerintah.
Di samping itu pemerintah juga membantu penyediaan dan pembebasan tanah yang diperlukan. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses pembangunan yang strategis. Di beberapa lokasi, proses pembebasan tanah menimbulkan konflik dengan masyarakat misalnya di Rempang dan di beberapa lokasi lain.
Apa yang diungkapkan Prof Dr Ishak Rafick itu hendaknya perlu kita renungankan bersama. Terutama hal yang menyangkut tentang manfaat dan akibat yang dirasakan oleh rakyat. Maka proyek PSN dan proyek pembangunan lainnya, semestinya merujuk pada pesan dan cita-cita kemerdekaan dan para pendiri bangsa serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.