Proyek Balai Pemuda, Pejalan Kaki jadi 'Korbannya'
Pembangunan basement tahap 3 komplek Balai Pemuda harus memakan hak pejalan kaki di area sekitar proyek. Pasalnya pedestrian yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki termakan oleh aktivitas proyek.
Pedestrian sepanjang kurang lebih 200 meter itu ditutup dengan lembaran seng. Sehingga sama sekali tak bisa dilewati pejalan kaki. Pejalan kaki pun harus turun ke bahu jalan raya mulai pintu keluar balai pemuda di jalan Gubernur Suryo hingga pintu masuk di jalan Yos Sudarso.
Padahal Kompleks Cagar Budaya Balai Pemuda ini merupakan area yang ramai. Selain menjadi pusat kegiatan pemuda Surabaya, area itu juga kerap kali dilewati pejalan kaki, yakni para siswa SMA Negeri 6 dan sejumlah karyawan kantor di sekitarnya.
Kontraktor menutup lahan di depan area Gedung Merah Putih, pohon dan tanaman ditebang. Tanah dikeruk. Seng-seng penutupnya pun sampai memakan seluruh jalur pedestrian.
Berdasarkan pantauan Ngopibareng.id, orang yang melewati area itu, harus berjalan ke bahu jalan. Rasa khawatir dirasakan setiap pejalan kaki. Seperti halnya yang dirasakan oleh Siswi SMAN 6 Surabaya, Desi Megasari (16).
"Saya tiap hari lewat, baik berangkat maupun pulang sekolah," kata Desi, siswi asal Tambaksari Surabaya ini, kepada Ngopibareng.id, Senin, 4 Juni 2018.
Desi mengatakan, ia khawatir diserempet kendaraan yang lewat. Apalagi, kawasan yang dilaluinya itu adalah persimpangan yang padat arus lalu lintasnya.
"Beberapa kali juga harus ngalah, sama kendaraan lain, dari arah belakang juga ada klakson-klakson, ya mending saya ngalah saja nunggu kesempatan lewat," kata dia.
Ini sangat merugikan pejalan kaki yang harus keluar dari pedestrian jika lewat sekitar area proyek.
Berjalan di luar pedestrian, bisa jadi hal yang sangat berbahaya, karena bisa tersambar kendaraan. Padahal area sekitar proyek, sangat ramai kendaraan dan pejalan kaki.
Hal senada juga dikatakan Dedi Lutfianto (37). Pria yang tinggal di area Kapasari Selatan ini hampir setiap hari berjalan kaki melewati daerah itu untuk menuju tempat kerjanya di area Taman Apsari.
"Akses pejalan kaki di sini sebenarnya hanya sedikit yang kena proyek, tapi kebetulan pas di titik rawan. Karena lokasinya persis di perempatan," kata dia.
Dedi berharap, pemerintah memberikan perhatian terhadap wilayah yang dulunya bernama Simpangsche Societeit ini. Menurutnya, selain kondisi pedestrian yang tidak teratur dan rusak, kawasan cagar budaya Balai Pemuda Surabaya itu juga kehilangan daya tariknya.
Karena, selama dua tahun terakhir Pemerintah Kota Surabaya itu merehabilitasi tempat bersejarah itu dengan proyek-proyek basementnya. "Ini sayang, tempat bersejarah harus dilubangi lahannya karena pembangunan proyek," katanya.
Secara historis, Balai Pemuda dibangun sejak tahun 1907. Pada masa penjajahan Belanda, gedung ini dijadikan tempat berpesta, dan tempat berkumpulnya orang-orang Balanda. Saat itu tempat ini sangat steril dari orang-orang Indonesia (pribumi).
Karena itu tak heran bila ada prasasti yang bertuliskan 'Pribumi dan Anjing Dilarang Masuk'. Bagi para pemuda, prasasti itu dianggap saksi perlawanan Arek-arek Suroboyo yang akhirnya bisa merebut Balai Pemuda.
Kemudian pada September-November 1945 gedung ini berhasil direbut oleh PRI (Pemuda Republik Indonesia). Selama penguasaan PRI, Balai Pemuda dijadikan markas pergerakan dan perlawanan Muda-mudi Surabaya melawan Sekutu.
Di zaman kemerdekaan, Balai Pemuda difungsikan untuk kegiatan kepemudaan dan kesenian. Tahun 70-80, pernah digunakan sebagai kampus Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) yang melahirkan tokoh perupa yang ternama. Begitu juga ada Bengkel Muda Surabaya, yang melahirkan seniman musik, teater, dan sastra yang legendaris.
Namun sayangnya, sejak, Agustus 2016 lalu, tetenger dan prasasti di pelataran Balai Pemuda Surabaya ini dibongkar untuk kepentingan perluasan lahan parkir Pemerintah Kota Surabaya. (frd)