Prostitusi Artis, Salah Siapa?
Dengan tubuh gontai Avriellia Shaqqila meninggalkan ruang penyidikan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur. Dia nampak kelelahan. Maklum selama kurang lebih 24 jam kemarin dia diperiksa oleh penyidik di Polda Jawa Timur.
Dengan mengenakan minidress coklat dan balutan jaket berwarna navy, ia kemudian menemui awak media yang sudah menunggunya. Avriellia kemudian memohon maaf atas perbuatannya
"Saya mohon maaf, mengenai saya yang telah membuat sebuah kesalahan dan kekhilafan," kata Avriellia sambil terisak.
Tak hanya itu, permohonan maaf Avriellia juga ditujukan kepada aparat kepolisian, sebab menurutnya sebagai publik figur, ia telah melakukan perbuatan yang tak patut dicontoh. "Khusus kepada kepolisian, saya meminta maaf dengan tindakan yang tidak patut dicontoh," kata Avriellia, sembari terbata.
Wajah yang lebih tenang ditunjukkan oleh Vanessa Angel. Dia keluar dari ruang penyidik lebih awal dibandingan dengan Avriellia Shaqqila. Vanessa keluar dari ruang penyidik, tak lama setelah dijemput karibnya, Jane Shalimar. Vanessa nampak masih bisa tersenyum kepada awak media. Namun dia tak bicara banyak. Hanya menyapa wartawan yang mencegatnya.
Dua artis ini sedang menjadi buah bibir karena tertangkap saat diduga akan menjalankan aksi prostitusi. Meski pun akhirnya mereka berdua dibebaskan. Tak ada pasal yang bisa menjerat mereka. Mereka hanya korban.
Namun, nasi telah menjadi bubur. Mereka terlanjur diberitakan secara besar-besaran oleh media sebagai pekerja seks komersial (PSK). Jika merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri.
Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia PSK/germo/muncikari berdasarkan ketentuan Pasal 296 jo. pasal 506 KUHP: Pasal 296 berbunyi: "Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pun demikian juga dengan pengguna. Beberapa perempuan geram dalam kasus ini. Mengapa penggunanya tidak diberitakan besar-besaran juga? Mereka meminta agar penggunanya juga ikut diblow up media.
Setali tiga uang, tak ada pasal yang bisa menjerat pengguna PSK. Kalau pun ada, itu pun hanya menggunakan pasal perzinahan. Tapi syaratnya, pengguna pengguna PSK tersebut telah menikah. Ini pun sifatnya delik aduan. Harus ada laporan dari pasangannya resminya atas perbuatan zina pasangannya.
Jika sudah begitu, apa pentingnya untuk memberitakan besar-besaran artis yang terlibat dalam kasus prostitusi? Apalagi yang bisa dijerat dengan hukum hanya germo atau muncikarinya atau penyedia fasilitas sehingga terjadi perbuatan cabul.
"Tak ada pasal yang bisa menjerat para artis itu saat terlibat dalam prostitusi. Kecuali mereka memang bertindak sebagai muncikari," kata Wiwik Afifah aktivis dari Koalisi Perempuan Indonesia.
Kata Wiwik, polisi seharusnya lebih fokus kepada muncikari atau penyedia fasilitas sehingga perbuatan cabul itu bisa terjadi. Dalam hal ini, pihak hotel, tempat mereka berkencan sebenarnya juga bisa diusut, karena dianggap sebagai penyedia fasilitas untuk perbuatan cabul.
Abainya pihak manajemen hotel terhadap prostitusi sangat disayangkan Wiwik. Apalagi, dalam kasus prostitusi anak yang sering terjadi, sebenarnya bisa dicegah jika manajemen hotel tak abai terhadap masalah ini.
"Dalam kasus prostitusi anak, hotel sebenarnya bisa curiga. Kenapa tamu membawa perempuan di bawah umur dengan pakaian dan dandanan seronok? Namun, itu biasanya diabaikan oleh pihak hotel," ujar dia.