Promosi Ketawa Jengkel Ketawa
LEE KUAN YEUW memang pantas jengkel kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Laksamana Sukardi, “agen dagang” Singapura yang diidam-idam akan lebih mengikat ekonomi Indonesia kepada Singapura, hanya dikasih beberapa bulan jabatan Menteri BUMN untuk kemudian dipecat tanpa ampun! Presiden memerintahkan penghentian ekspor pasir Riau yang amat dibutuhkan Singapura untuk menambak laut demi memeperluas daratannya. Ketika habis ijin operasi Caltex (perusahaan minyak Amerika) di Riau, Gus Dur tak mau memperpanjang kecuali Caltex memindahkan kantornya dari Singapura ke Jakarta –ijin operasi itu tak diperpanjang sampai Presiden lengser, kemudian diperpanjang oleh Megawati hingga 40 tahun lagi. Ketika habis pula kontrak langganan ekspor air minum, Presiden tak mau memperpanjang kecuali Singapura mau memberi kenaikan harga empat kali lipat! (Dari Rp 15,- per galon jadi Rp 60,- –lagi-lagi Megawatilah yang kemudian memperpanjangnya dengan harga Rp 25,- per galon).
Wajar kalau Lee jadi sewot sekali. Begitu sewotnya sampai mengabaikan sopan-santun pergaulan diplomatik dan ikut-ikutan membuat pernyataan publik mendesak Presiden mengundurkan diri. Campur tangan tanpa malu macam itu sungguh menjengkelkan. Mungkin merupakan pelampiasan jengkel juga jika Presiden kemudian menciptakan lelucon olok-olok tentang Lee,
“Sejak menjabat PM Singapura, Lee Kuan Yeuw pakai tukang cukur pribadi yang rutin melayaninya tiga minggu sekali. Suatu hari, saat Lee mulai botak dan rambutnya menipis, tukang cukur bertanya,‘Tuan PM, kapan Anda berhenti dari jabatan?’
Diam sejenak, Lee menjawab arif,
‘Terserah rakyat saja… pemilu masih tiga tahun lagi.’
Tukang cukur tak berkomentar. Hanya guntingnya bergerak sigap. Tapi beberapa jurus kemudian ia mengulangi pertanyaan yang sama,
‘Tuan PM, kapan Anda berhenti dari jabatan?’
Lee pun memberi jawaban standar yang diucapkan dengan sabar.
Lee baru naik darah ketika hanya beberapa menit kemudian tukang cukur lagi-lagi menanyakan hal yang sama seperti orang sinting yang nyinyir. Ia bangkit dan melotot,
‘Kamu ini kenapa sih? Mau jadi pembangkang ya?!’
‘Oh, tidak, Tuan’, tukang cukur –ajaibnya– tenang-tenang saja, ‘saya tak mau berurusan dengan politik’.
‘Habis? Ngapain kamu nanya-nanya gitu terus?’
Tukang cukur angkat bahu,
‘Itu cuma soal teknis’, katanya, ‘setiap saya lontarkan pertanyaan itu, rambut Anda berdiri… jadi lebih gampang dipotong’ “. (Terong Gosong KH Yahya Cholil Staquf)
Advertisement