Progresivitas Pemikiran Islam di NU
KH Husein Muhammad, salah satu ulama pesantren yang mempunyai perhatian khusus masalah jender. Selain dikenal ahli ilmu Al-Quran, pemikiran dan gagasan Keislamannya selaras dengan pemikiran KH Abdurrahman Wahid dalam meletakkan Keislaman dan Keindonesiaan.
Penulis buku Gus Dur Sang Zahid ini pun menyampaikan pengamatannya akan berkecambahkan kaum muda dalam mengembangkan pemikiran Islam di kalangan pesantren, khususnya NU. Berikut catatan khas KH Husein Muhammad:
Paling tidak dalam satu dasawarsa ini kita menyaksikan sebuah dinamika pemikiran Islam di kalangan intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat menarik. Hampir setiap hari di banyak sudut dan ruang komunitas anak-anak muda NU terpelajar berlangsung perdebatan-perdebatan dan dialog-dialog intelektual yang menarik dan menakjubkan : progresif, dan terkesan bebas, cerdas, keras, tetapi juga luwes.
Mereka juga tetap saja menunjukkan sikap-sikap etis ala Islam pesantren, saling menghargai dan bercanda ria.
Saya sungguh menikmati semangat intelektualisme yang disuguhkan mereka. Saya pikir jika demikian keadaannya, maka Islam dan lebih khusus lagi NU punya harapan lebih baik di masa depan. Ini karena saya percaya pada keniscayaan perubahan ke arah kehidupan dunia yang lebih terbuka dan ke depan, bukan ke belakang. "Berhenti berarti mati", kata Mohammad Iqbal.
Munculnya fenomena progresifitas dan sering menampilkan kesan liberal atau bahkan distigma liberal tersebut konon acap mengganggu dan mengusik ketenangan tradisionalisme dan kenyamanan konservatisme.
Sebagian tokoh NU acap dibikin gerah oleh ulah pemikiran mereka yang dinilai konon "kebablasan", melampaui tradisi.
Sementara masyarakat muslim yang sering disebut fundamentalis radikal, justeru memandanganya sebagai gagasan dan pikiran yang sesat dan menyesatkan umat. Istilah yang dipopulerkan mereka untuk kelompok muslim progresif tersebut adalah JIL, Jaringan Islam Liberal.
Mereka menganggap kelompok pemikir progresif itu atau JIL tersebut sedang berupaya menggerogoti dan merusak Islam dari dalam. Tokoh JIL paling berpengaruh adalah Gus Ulil Abshar Abdallah.
JIL menurut kelompok radikal itu, membawa sekaligus mengusung ideology Barat yang secular dan anti Islam. Kecurigaan mereka terhadap kelompok NU progresif tersebut begitu kuat. Bahkan mereka tak berhenti memengaruhi dan mengajak para ulama NU untuk mewaspadai gerakan mereka bahkan didesak untuk menghentikan gerakannya.
Akan tetapi saya percaya sepenuhnya bahwa gelombang intelektualisme itu sama sekali tidak menyimpan agenda ideology manapun, tidak mereduksi, alih-alih merusak Islam dari dalam, melainkan justeru dalam upaya menghidupkan kembali agama ini sebagai agama yang maju dan bergerak ke depan sejalan dengan gerak alam.
Generasi muda progresif itu melihat dengan sikap prihatin keberadaan kaum Muslimin di negerinya yang telah cukup lama dalam keadaan stagnan, berhenti berpikir dan bahkan mundur. Membiarkan keadaan terus berlangsung akan membuat masa depan kaum Muslimin semakin suram.
"Selamat Harlah ke-95. Maju terus pantang mundur. Cerahkan dan sejahterakan bangsa ini".
Demikian catatan KH Husein Muhammad.