Program Makan Bergizi Gratis, Pakar Gizi UNAIR Soroti Kecukupan Anggaran Rp10 Ribu per Porsi
Pakar Gizi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya Prof Annis Catur Adi memberikan tanggapannya terkait anggaran program makan bergizi gratis (MBG), yang telah dipatok oleh pemerintah pusat sebesar Rp10 ribu untuk setiap porsinya.
Annis menyebut, pemberian MBG patut disambut dengan pikiran positif. Sebab, program tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki pola makan dari masyarakat yang menurutnya masih cukup banyak yang belum seimbang.
"Kebutuhan gizi sehari-hari yang kurang terpenuhi menyebabkan terjadinya berbagai masalah gizi pada semua siklus kehidupan, seperti ibu hamil, ibu menyusui, balita, anak sekolah, remaja, hingga lansia. Ini dibuktikan dengan masih tingginya prevalensi stunting dan wasting, yang menjadi wujud nyata adanya kelaparan kentara. Demikian juga tingginya prevalensi kelaparan tak kentara, seperti anemia," ucapnya kepada Ngopibareng.id, Jumat 3 Januari 2025.
Mengenai patokan anggaran sebesar Rp10 ribu, Annis mengatakan, setiap porsi makanan yang dialokasikan lewat angka tersebut tentu memiliki kecukupan gizi yang beragam di berbagai daerah. Ada yang relatif cukup ataupun sebaliknya.
"Misalnya, untuk Kota Surabaya, Rp10 ribu kalau untuk mengejar kuantitas atau kalori mungkin relatif cukup. Namun dari sisi kualitas, di antaranya mutu dan protein bisa cukup dan kurang. Tergantung pemilihan jenis makanannya," ungkapnya.
Dosen Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR ini juga menjelaskan, problem lain yang dikhawatirkan akan mencuat, khususnya bagi masyarakat perkotaan adalah preferensi atau pemilihan menu makanan, yang riskan tidak sesuai dengan selera anak-anak. Akan sangat memungkinkan anak tersebut tidak akan menghabiskan makanan gratis yang diberikan oleh pemerintah.
"Maka dengan bujet Rp10 ribu, untuk makanan lengkap, tentu bisa. Namun, dengan lauk yang agak terbatas pilihannya. Misalnya, bila diberi nugget atau otak-otak bakso. Bagaimana kualitasnya? Lebih banyak dagingnya atau tepungnya? Karena ini sangat memengaruhi kandungan gizinya, terutama protein dengan harga tersebut," terangnya.
Annis juga menyatakan, alokasi anggaran MBG yang ditetapkan sebesar Rp10 ribu tersebut pun harus diterima sebesar 100 persen juga oleh para pelaksana program di lapangan. Terdapat tantangan yang kemungkinan akan dihadapi pemerintah di tengah maraknya tindakan korupsi, pungli, ataupun premanisme.
"Semoga ada dana pendamping. Sehingga angka Rp10 ribu tersebut utuh. Jika berkurang, maka akan pemenuhan target gizi semakin sulit tercapai dan juga daya terima menu tersebut, yang tergantung pada cara olah serta mutu juga jenis bahan baku," tegasnya.
Untuk itu, Annis berharap program pemberian makanan pada target sasaran tertentu, seperti MBG tersebut dapat dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala ataupun acak, agar memastikan program MBG tetap terjaga sesuai dengan standar yang ditetapkan.
"Sebaiknya (monev) dilaksanakan untuk mengidentifikasi permasalahan, hambatan serta dicarikan solusinya. Termasuk anggaran jika masih kurang atau ditetapkan sasaran prioritas, misalnya prioritas sekolah yang pantas dan perlu dibantu. Pemberian edukasi terkait gizi dan kesehatan juga penting, termasuk bagaimana anak-anak agar dapat menghargai makanan agar tidak disia-siakan," pungkasnya.
Advertisement