Profesor UB Teliti Ketersediaan Air di Lokasi Ibu Kota Baru
Rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menjadi orasi ilmiah yang disampaikan oleh Profesor Pitojo Tri Juwono. Momen itu merupakan pengukuhannya sebagai Guru Besar Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya (UB), Malang, di Gedung Widyaloka pada Rabu 13 November 2019.
Dalam penelitiannya yang berjudul "Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara di Kaltim, Bagaimana dengan Daya Dukung Air Bakunya?". Dalam penelitiannya tersebut Pitojo menyoroti perihal ketersediaan sumberdaya air di Kalimantan Timur (Kaltim), seiring dengan rencana pemindahan ibu kota baru.
Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, menurut Pitojo, akan memengaruhi ketersediaan sumber daya air dari segi alih fungsi lahan dan pertumbuhan penduduk.
Ada empat faktor yang memengaruhi ketersediaan sumberdaya air menurut Profesor Pitojo, yaitu pertama, proses keberlanjutan siklus hirologi dapat terganggu dengan adanya kegiatan manusia yang berlebihan.
"Kedua, meningkatnya nilai koefisien limpasan permukaan akibat berubahnya lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun, karena pasti akan membangun gedung-gedung perkantoran di sana" ujarnya, saat menyampaikan orasi ilmiahnya.
Ketiga, perubahan tata guna lahan berdampak pula pada adanya potensi erosi lahan yang makin meningkat dan keempat, aktivitas kegiatan ibu kota akan menyebabkan timbulnya zat sisa yaitu sampah dan limbah.
Berdasarkan perhitungan Profesor Pitojo, saat ini neraca air di lokasi ibu kota baru sebesar 2,56m3/detik, terjadi peningkatan penduduk sebesar 5 juta jiwa di lokasi ibu kota baru. Maka kebutuhan air meningkat sebesar 10,94m3/detik, jadi terdapat defisit ketersediaan air sebesar 8,38m3/detik.
Untuk mengatasi defisit tersebut berdasarkan analisa data di lapangan yang dilakukan oleh Profesor Pitojo, ada 5 lokasi ketersediaan air baku yang bisa dikelola.
Kelima lokasi itu adalah air baku Embung Aji Raden dengan neraca air 150 liter/detik, Intake Loa Kulu (Sungai Mahakam) sebanyak 6.200 liter/detik, air baku Bendungan Samboja 200 liter/detik, air baku Bendungan Lambakan 5 ribu liter/detik dan air baku Bendungan Sepaku Semoi sebanyak 1.600 liter/detik.
Jika kelima lokasi persediaan air tersebut dapat dioptimalisasi dalam 5 tahun ke depan maka terdapat penambahan neraca air sebesar 13,15m3/liter, yang jika ditotal menjadi 15,71m3/detik. Jadi terdapat surplus persediaan air sebesar 4,77m3/detik dari kebutuhan penduduk ibu kota sebesar 10,94m3/detik.
"Surplus ketersediaan air sebesar 4,77m3/detik, hanya dapat memenuhi kebutuhan penduduk sebanyak 7,17 juta jiwa, dengan hitungan pertahun penduduk meningkat sebanyak 2 persen. Maka surplus itu hanya dapat memenuhi kebutuhan air dalam jangka waktu 45 sampai 50 tahun, yakni pada 2070 sampai 2075," terang Profesor Pitojo.
Maka pemerintah harus dilakukan upaya efisiensi dan optimalisasi sistem, seperti pengendalian jumlah penduduk dan menemukan lokasi potensi sumberdaya air baku yang belum teridentifikasi.