Profesor UB Soroti Permasalahan Feminisasi Pertanian
Profesor dalam bidang Ilmu Sosiologi Pertanian, Universitas Brawijaya (UB), Yayuk Yuliati dalam penelitiannya menyoroti perihal feminisasi pertanian.
Penelitian Yayuk Yuliati tersebut berjudul "Peningkatan Kapasitas Perempuan Tani dalam Menguatkan Feminisasi Pertanian" akan dibawakannya dalam orasi ilmiah ketika dikukuhkan menjadi Profesor, pada hari ini, Rabu 20 November 2019. Acara digelar di Gedung Widyaloka UB.
Yayuk Yuliati menerangkan, feminisasi dalam kontek penelitiannya terkait dengan banyaknya jumlah tenaga perempuan di sektor pertanian dibandingkan dengan tenaga laki-laki.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, jumlah angkatan kerja perempuan di sektor pertanian pada 2016, sebesar 52,7 persen, lalu pada Februari 2017 mengalami peningkatan sebesar 55 persen.
Dalam periode yang sama, hal sebaliknya terjadi pada jumlah angkatan kerja laki-laki di sektor pertanian, yang mengalami penurunan dari 83,4 persen menjadi 83,05 persen.
"Feminisasi pertanian mengacu pada peningkatan partisipasi perempuan dalam pertanian. Fenomena tersebut tidak menjadi masalah jika perempuan yang melakukan kegiatan pertanian sudah siap," terang Yayuk Yuliati.
Kesiapan tersebut kata Yayuk Yuliati, menyangkut bekal keterampilan pengetahuan dan keterampilan informal yang dimiliki oleh perempuan sama dengan yang dimiliki oleh laki-laki.
"Kenyataannya, perempuan jarang sekali memperoleh pendidikan pertanian berupa penyuluhan pertanian seperti laki-laki. Bahkan dalam dalam program pemerintah jarang sekali perempuan dilibatkan dalam pengambilan keputusan," ujarnya.
Terkait kesetaraan dan keadilan gender, lanjut Yayuk Yuliati sudah diatur dalam konstitusi UUD 1945, UU Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Diskrimasi terhadap Perempuan sampai Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
"Maka dari itu ada beberapa strategi pemberdayaan perempuan yang dapat dilakukan yaitu pemberian akses sumberdaya kepada perempuan seperti akses pendidikan tentang pertanian seperti penyuluhan," terang Yayuk Yuliati.
Selain itu, kata Yayuk, perempuan juga diberikan akses langsung berhubungan dengan sumber modal pertanian yaitu perbankan.
"Selanjutnya yaitu pengurangan beban perempuan, di Indonesia juga beban perempuan itu tinggi di pedesaan," imbuhnya.
Yayuk Yuliati pun merumuskan pembangunan yang berperspektif gender dan perlu adanya diskusi dan sosialisasi gender bagi seluruh elemen masyarakat.
"Dalam konteks ini kasus yang diambil adalah para perempuan yang ditinggal oleh suaminya untuk bekerja di kota atau luar negeri. Sedang mereka masih tetap bertahan di desa menggarap lahan pertanian," tutup dia.
Advertisement