Profauna: Perdagangan Ilegal Kakatua Masih Marak
Organisasi perlindungan hutan dan satwa liar Profauna Indonesia menggelar aksi kampanye untuk memperingati Hari Kakatua Indonesia (HKI) di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Jumat 14 September 2018.
Juru kampanye Profauna Indonesia, Afrizal mengatakan aksi kampanye ini dilaksanakan salah satunya untuk menyuarakan bahwa salah satu ancaman serius bagi kelestarian burung kakatua adalah perdagangan ilegal.
Sebab, penyelundupan kakatua masih marak dilakukan di Indonesia. Salah satunya 38 ekor kakatua di Riau yang hendak diselundupkan ke Singapura. Beruntung penyelundupan itu berhasil digagalkan pada 4 September 2018 lalu.
"Burung-burung yang ditaksir bernilai Rp 380 juta itu rencananya akan diselundupkan melalui Kota Batam, Kepulauan Riau," katanya di sela-sela aksi.
Burung kakatua jenis kakatua raja (Probosciger atterimus), kakatua putih (Cacatua alba), kakatua seram (Cacatua moluccensis), dan kakatua koki (Cacatua galerita) itu diamankan dari seorang pengepul berinisial R.
"Tidak membeli dan memelihara burung kakatua merupakan cara sederhana untuk memotong rantai perdagangannya. Karena 95 persen perdagangan kakatua merupakan hasil tangkapan dari alam. Sehingga apabila terus-menerus ditangkap, maka dikhawatirkan akan punah," ujarnya.
Data Profauna menunjukan angka penangkapan burung nuri dan kakatua di alam masih tinggi. Bahkan, berdasarkan investigasi Profauna Indonesia pada November 2016 lalu, sekitar 3.000 ekor kakatua putih, kesturi ternate, dan nuri bayan ditangkap dari alam saat musim buah.
Kampanye Profauna ini digelar untuk menyambut Hari Kakatua Indonesia yang diperingati setiap tanggal 16 September. Momen ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian kakatua dan nuri.
Di samping itu, Afrizal mengatakan bahwa Profauna menyambut baik dan mendukung secara penuh diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 20 tahun 2018.
"Saat ini dari 89 jenis kakatua dan nuri yang ada di Indonesia, sebanyak 88 jenis sudah ditetapkan menjadi satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri LHK Nomor 20 Tahun 2018," ungkapnya.
Dalam peraturan tersebut terdapat 921 jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi. Jenis satwa yang masuk ke dalam daftar dilindungi dalam peraturan ini salah satunya adalah burung nuri dan kakatua.
Jenis-jenis satwa yang dulunya tidak dilindungi seperti kakatua putih (Cacatua alba) kini mendapat kepastian hukum. Sehingga perdagangan dan penangkapannya sudah seharusnya dilarang.
Seperti tercantum pada UU nomor 5 tahun 1990 yakni pelaku perburuan, perdagangan atau pemeliharaan satwa dilindungi secara ilegal bisa diancam hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta.
"Karena sudah ada dasar hukumnya, maka penangkapan dan perdagangan 88 jenis burung kakatua dan nuri dilarang. Termasuk bagi yang memelihara di rumah tanpa izin, bisa dikenakan hukuman penjara," pungkasnya. (umr/amr)