Prof Sam Abede Keras tetapi Lembut
Belum genap sepekan, Surabaya atau tepatnya Indonesia, kehilangan dua orang tokoh; Dr. Sirikit Syah dan hari ini Prof.Dr. Sam Abede Pareno. Keduanya sama-sama sebagai akademisi, intelektual, seniman sekaligus jurnalis. Sirikit meninggal dunia Selasa 26 April lalu.
Selasa 19 April lalu, Sam Abede, yang nama aslinya Hasan Abdullah Attamimi, meninggalkan RSAL Ramelan Surabaya, setelah dirawat selama empat hari akibat serangan stroke. Diantar istri dan kedua anaknya, dia meninggalkan rumah sakit setelah kesehatannya mengalami kemajuan. Dari tidak dapat berkomunikasi dan mengangkat kedua tangan, hingga akhirnya dapat dilakukan.
“Empat hari di sini, Alhamdulillah bisa ngomong dan angkat tangan,” katanya dengan suara dalam dan pelan, sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kemudian didudukkan di kursi roda, didorong menuju ke kendaraan yang sudah disiapkan. “Check out,” katanya pelan melewati lorong RSAL.
Hasan Abdullah, yang lahir di Seram, Maluku 74 tahun lalu, datang ke Surabaya sebagai perantau. Dia mulanya bergabung dengan Agil H. Ali, yang mendirikan koran Mingguan Mahasiswa, embrio harian Memorandum, tahun 1974-1975. Dia tidak hnya bekerja, tapi juga menjaga Agil. Ada suatu peristiwa di masa itu, ketika Agil dipukul oleh kelompok preman yang menguasai sebuah klub di Jl.Tunjungan. Sam Abede yang tidak terima segera datang ke Tunjungan dan menghajar para preman itu sampai mereka takluk.
Sam Abede memang keras. Tapi sebenarnya berhati lembut. Karena dia juga seorang seniman, Dia juga aktif bermain drama dengan mendirikan Teater Merdeka bersama aktor Anang Hanani, Fadjar Andah dan Sujak Amin. Sam juga bergabung dengan Bengkel Muda Surabaya (BMS), dan pernah menjadi ketuanya, serta menjadi pengurus Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Sam termasuk aktor papan atas Surabaya, saat itu.
Sebagai jurnalis yang ditekuninya selama 25 tahun, Sam Abede pernah bekerja di lima media, termasuk harian Suara Indonesia dan Jawa Pos. Bertahun-tahun dia menulis ‘Jati Diri’, tajuk rencana pada Jawa Pos. Konon yang menemukan rubrik "Jati Diri" itu adalah Sam Abede.
Menulis telah dilakukannya sejak Sekolah Rakyat. Hingga terakhir almarhum sudah menulis 35 judul buku, mengenai apada saja; sastra, politik, sosial, filsafat, budaya dan jurnalistik. Sejak 2006, Prof. Sam, Abede adalah guru besar pertama di bidang manajemen media massa dan etika pers di Universitas Dr. Sutomo, Surabaya. Dari almamaternya ini tahun 2017 dia mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement.
Prof. Sam, teman-temannya biasa memanggil, adalah penulis yang sangat produktif. “Menulis adalah nafas saya. Setiap hari saya harus menulis sedikitnya 15 halaman. Harus. Tidak boleh tidak menulis. Itu saya lakukan sejak muda,” katanya suatu hari.
Pagi ini, Prof. Sam meninggal dunia di rumahnya di Mullyosari Tengah V nomer 37, sepuluh hari setelah ke luar dari rumah sakit. Dia meninggalkan banyak murid, sahabat, pengalaman dan karya. Karyamu abadi prof. (nis)