Prof Pitana dan Komitmen Menpar Soal Bali
Prof. Dr. I Gde Pitana Brahmananda. Asli Bali. Orang Bali. Di Kemenpar Prof Pitana adalah Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Mancanegara. Empat tahun sudah Prof Pit menggawangi Deputi ini sebelum akhirnya kembali ke kampus Udayana, Bali.
Prof Pitana yang hobi bulutangkis ini sebelum lanjut ke Kemenpar mendampingi Menteri Pariwisata Arief Yahya juga pernah menjadi Kadispar Bali.
Empat tahun di Gedung Sapta Pesona, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Prof Pit menjadi cukup mengenal sosok Arief Yahya. Menteri yang punya atensi sangat tinggi bagaimana menjual pariwisata Indonesia.
“Beliau bukan orang asli Bali, tetapi komitmennya terhadap pariwisata Bali dan Indonesia saya acungi 2 jempol! Beliau sangat logic, detail di angka-angka, berpikir strategis, kuat di konsep, kuat pula di implementasi,” sebut Prof Pitana.
Prof Pitana mencontohkan, saat erupsi Gunung Agung Bali, 27 September 2017 gerakannya begitu sigap. Mengumpulkan industri, asosiasi, berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga lain untuk bergotong royong merecovery Bali.
“Sampai-sampai beliau mengajak Presiden Jokowi Rakor di Kuta Bali, 22 Desember 2017, di saat banyak negara masih mengeluarkan status Travel Advice karena erupsi,” kata Prof Pitana.
Dampaknya serius. Penanganan lebih total, lebih cepat, dan kehadiran Presiden Jokowi di Pulau Bali yang banyak diberitakan sedang tertimpa musibah erupsi Gunung Agung itu menjadi promosi yang luar biasa.
Presiden saja jalan-jalan di pantai Kuta? Kesumpulan public, Pulau Dewata sudah aman dikunjungi wisatawan. “Message itu cukup kuat mengakselerasi recovery Bali,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, lanjut Pitana, Menpar Arief juga langsung mengumpulkan industri dan membuat Program Bali Recovery, dengan budget Rp 100M. Dana untuk promosi industri Bali seperti advertising, sales mission, travel mart, yang mengajak pelaku industri di sana.
“Sampai-sampai Pak Menteri meyakinkan kepada 400-an industri dan media di China, lalu menemui CNTA di Chiang Mai Thailand, memohon pencabutan travel advice dari pemerintah Tiongkok,” katanya.
Soal promosi mancanegara, pekerjaan yang dia tangani, Menpar Arief Yahya selalu mengingatkan pada portofolio bisnis Pariwisata Indonesia. Bahwa 40% orang datang melalui pintu Ngurah Rai Airport, Bali. Lalu 30% via Soekarno Hatta Jakarta, dan 20% melalui Kepri. “Bali selalu dialokasikan paling besar, paling tinggi, paling luas. Bali menempati 70-75% lahan, paling banyak difasilitasi industrinya,” jelas I Gde Pitana.
Dalam media promosi, lanjut Pitana, Bali juga selalu menempati prime time, lokasi terdepan, mendominasi gambar, kata-kata dan grafis. Bali diberi ruang yang paling istimewa, karena secara realistis, destinasi Bali memang paling lengkap 3A-nya, Atraksi, Akses, Amenitasnya.
Bahkan, sejak Arief YahyaYahya memKemenpar, sejak 2015, beliau memutuskan bahwa asesori dan nuansa Bali harus dominan, selain kapal Phinisi yang melegenda. Billboard, media ruang, blackcab taxi, double decker bus, di London, Time Square di New York AS, Paris, Berlin, China, Jepang, Korea, Australia, Timur Tengah, India, Negara ASEAN, semuanya selalu ada ilustrasi visual Bali. Entar tari kecak, tari legong, destinasi, dan lainnya.
Rencana besar ke depan, menjadikan Bali sebagai tourism hub, juga semakin kuat untuk Bali, Beyond Bali, dan Indonesia. Buka akses ke Bali, dari sanalah bisa terbang ke berbagai destinasi penting di tanah air, seperti Lombok, Labuan Bajo, Wakatobi, dan lainnya. Wajar jika di MarkPlus Conferemce 2018 di Ritz Carlton, SCBD lalu mendapat gelar The Best Minister of Tourism of ASEAN.
Sebelumnya majalah TTG juga memberikan penghargaan sebagai The Best Ministry of Tourism Asia Pacific.
Bagaimana dengan isu zero dollar tour yang sempat mengundang polemik keras di Bali?
“Saya tahu persis, karena sayalah yang ditugasi Pek Menteri untuk membantu menuntaskan masalah dengan cara yang elegan, tidak gaduh, tidak berpolemik panjang di media,” ungkap Pitana.
Ibarat mengambil ikannya, tanpa harus membuat keruh kolamnya. Kegaduhan, polemic, apalagi menggunakan term kata-kata yang tidak lazim di pariwisata sangat berpengaruh.
“Seperti saya jelaskan, beliau itu detail dengan angka-angka. Beliau sangat cermat melihat war room. Mengapa ini turun, mengapa naik, mengapa stagnan? Semua dilihat konteksnya,” ungkap Prof Pit.
Maklum, Menpar Arief Yahya memang orang digital, yang tidak mudah percaya dengan kata-kata kualitatif. Harus bisa diukur dan dikuantifikasi. “Beliau melihat sendiri, terjadi anomali penuruan di bulan November 2018, dan signifikan, sampai hampir 50%. Peristiwa paling dekat dengan situasi turun di Bali itu, dipicu oleh polemic berkepanjangan di Bali,” ungkap Pitana.
Dia setuju, kegaduhan itu sangat berdampak pada kunjungan wisman Tiongkok. Salah satunya karena viral di media online dan media social di Negeri Tirai Bambu itu. Karena itu, beliau mengambil iniatif untuk meluruskan berita-berita negatif yang berantai di China.
“Saya kira statemen beliau jelas, yang melanggar silakan ditertibkan. Yang tidak melanggar harus diberi kesempatan untuk menjalankan bisnisnya, fair,” ujarnya.
Yang dijaga adalah, kunjungan wisman Tiongkok ke Bali dan Indonesia agar tetap tinggi dan terus menanjak. Devisa yang dibelanjakan wisman ke tanah air juga semakin besar, spending mereka juga besar. Dan, tentu industri pariwisata ikut panen menjelang akhir tahun.
“Beliau sangat professional, mengutamakan yang utama, dan kaya strategi. Saya belajar banyak,” kata I Gde Pitana.(*)