Soal Hasil Rapid Test Antibodi, Prof Nidom Terkesan Hati-Hati
Setelah menyatakan bahwa alat rapid test yang didatangkan pemerintah dari China keliru, Ketua Tim Riset Corona & Formulasi Vaksin, Professor Nidom Foundation, Chaerul Anwar Nidom terkesan hati-hati ketika berbicara soal hasil alat uji Covid-19 yang didatangkan pemerintah dari China tersebut.
Hanya saja, secara tersirat ia meragukan akurasi dari hasil pemerikasaan dengan menggunakan rapid test tersebut. Maka itulah, ia menyarakan tujuh hari kemudian dilakukan pengecekan lagi meski hasil test pertama menunjukkan negatif.
“Saat ini pemerintah telah impor rapid test yang mendeteksi antibodi, dan itu sedikit keliru,” kata peneliti yang juga tercatat sebagai Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu ketika dikonfirmasi Ngopibareng.id, Selasa, 31 Maret 2020.
Menurut Nidom, alat uji cepat pendeteksi virus corona atau Covid-19 itu tidak sesuai kebutuhan. Saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan alat yang lebih spesifik, yakni pengecekan berdasarkan deteksi virus.
“Indonesia saat ini bukan rapid (test) ini yg diperlukan, tetapi rapid test yg berdasarkan deteksi virus,” tambahnya.
Perlu diketahui, berdasarkan fungsinya, saat ini sudah ada dua jenis rapid test yang digunakan di seluruh dunia, yakni berdasarkan antibodi serta virus.
“Ada dua macam rapid test, yang pertama berdasarkan antibodi, lalu yang kedua berdasarkan virus atau antigen,” jelas Nidom.
Peneliti yang berhasil menemukan vaksin flu babi (H5N1) pada 2019 tersebut mengungkapkan, kelemahan dari rapid test antibodi adalah tingkat akurasi hasil tidak dapat dijadikan patokan. Oleh karena itu, meski seseorang saat test awal menunjukkan hasil negatif, tetap harus dilakukan pengecekan kembali.
“Bukan tidak valid, tapi harus tes ulang, tujuh hari kemudian untuk memastikan kevalidan hasil apakah benar-benar negatif atau positif. Karena pertumbuhan antibodi muncul setelah orang terinfeksi selang beberapa hari, jadi ya bukan malah mendeteksi virusnya," kata dia.
Maka dari itu, ia mengharapkan rapid test berdasarkan antigen digunakan sebagai alat uji yang segera diterapkan di Indonesia, khususnya Surabaya. Karena menurutnya, swab tenggorokan dan mulut, memiliki tingkat akurasi hasil lebih tinggi.
"Kalau untuk tracing virus harusnya Indonesia menggunakqn rapid test antigen, karena itu yang paling tepat," tutupnya.
Advertisement