Prof KH Tholchah Hasan: Belum Ada Nobel untuk Ilmu Falak
Jombang: Ilmu Falak menjadi referensi utama Muslim di Indonesia dan di seluruh dunia. Hal itu dibutuhkan dalam menentukan arah kiblat, menentukan jadwal shalat, dan menentukan awal bulan termasuk awal bulan Syawal atau Idul Fitri. Kendati terus berkembang, namun Ilmu Falak masih menjadi ilmu yang belum akrab di mata publik, bahkan dianggap sebagai ilmu yang rumit dan sukar dipelajari.
“Ilmu falak di Indonesia, tergolong ilmu pengetahuan yang belum dinamik. Ilmu Falak sekarang hampir mati, karena sampai sekarang di Indonesia belum mendapatkan Penghargaan Nobel. Akan tetapi ilmu astronomi sudah mendapatkan Penghargaan Nobel,” ungkap KH M Tholchah Hasan, Menteri Agama RI era Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.
Untuk itu, menurut Pendiri Universitas Islam Malang (Unisma) ini, diperlukan aset kerja sama antar pesantren, Kemenag, dan lembaga-lembaga ilmu falak untuk mewujudkan potensi ilmu falak agar lebih berkembang. “Harusnya juga merevitalisasi pembelajaran ilmu falak,” tambah mantan Rektor Universitas Merdeka Malang itu.
Kiai Tholchah memberikan usul agar pelembagaan tradisi akademik ilmu falak yang dulu menjadi ciri pesantren, digalakkan. Namun, lanjut beliau, tradisi itu sekarang mungkin menurun karena beberapa hal. “Untuk meningkatkannya dengan menyadarkan edukasi falaqiyah yang perlu dikembangkan di beberapa daerah,” lanjut beliau.
Digelar Yayasan Pendidikan dan Pesantren Rohmah Seblak Cukir Diwek Jombang itu, dengan tajuk acara “Mudzakarah Falakiyah Nasional dan Diskusi Nasional Ilmu Falak” pada Kamis (07/09/2017) di Pesantren Salafiyah Seblak. Acara ini juga ada hubungannya dengan pengembangan Ma’had Aly al Mahfudz Seblak untuk lebih mengembangkan dan memajukannya, setelah sekian lama tidak begitu terdengar.
Seminar ini menyelenggarakan tiga panel diskusi. Diskusi panel pertama mengenai perkembangan Ilmu Falak dan pemanfaatannya untuk kebaikan umat manusia” dengan pembicara Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, DR. Ahmad Zayadi, Alumni Pesantren Salafiyah Seblak dan pendiri Observatorium Imah No’ong, Bandung, Hendro Setyanto, Msc., dan Prof. DR. Moedji Raharto, Kepala Observatorium Bosscha Bandung.
Diskusi panel kedua, mengenai Observatorium dan Ilmu Falak dinarasumberi oleh Dr. Ahmad Izzuddin pakar ilmu falak dari UIN Walisongo Semarang dan Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumetera Utara.
Sementara itu, diskusi panel ketiga difokuskan pada pembahasan mengenai manfaat ilmu falak bagi kehidupan manusia. Dalam panel terakhir ini, DR. Mahasena Putra, M.Sc., pakar astronomi ITB dan Kepala Observatorium Bosscha, Bandung dan DR. Bambang Setiahadi, dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), ditunjuk menjadi narasumber.
Dr. Ahmad Zayadi menjelaskan, kedepannya terkait dengan revitalisasi tugas negara dengan merekoknisi, memfasilitasi, dan membuat regulasi bersama-sama dengan komunitas pesantren. “Tiga hal tersebut jika dilakukan bersama maka akan meningkatkan nilai pesantren dan akan mendapatkan momentumnya,” kata mantan Kepala Subdirektorat Pendidikan Diniyah dan Mahad Aly Direktorat PD Pontren Dirjen Pendis Kemenag RI itu.
Menurut Prof. DR. Moedji Raharto, ada beberapa hal yang harus diketahui dalam ilmu falak dan astronomi, yakni pemahaman tentang cahaya beserta manfaatnya dan pembelajaran sains. Baginya, sains bukan realitas, namun merupakan usaha untuk mendeskripsikan realitas.
Peserta seminar yang berjumlah sekitar 150 orang datang dari berbagai daerah, seperti Mataram, Jakarta, Surabaya, dan beberapa daerah lain. Mereka adalah perwakilan dari Direktorat PD Pontren Kemenag RI, pewakilan lembaga penelitian atau observatorium ilmu falak, pondok pesantren dengan kajian Ilmu falak, perguruan tinggi dengan jurusan/prodi ilmu falak/astronomi, beberapa ilmuwan falak, santri, mahasiswa, siswa, awak media massa.
Dalam catatan ngopibareng.id, dalam sejarahnya Pesantren Seblak mempunyai spesifikasi di bidang Ilmu Falak yang dikembangkan oleh KH. Ali Ma’shum dan KH. Mahfudz Anwar. Pesantren ini punya Ma’had Aly Al-Mahfudz yang berkonsentrasi di bidang Ilmu Falak dan pernah jaya di masanya. Seiring berjalannya waktu, Ma’had Aly yang didirikan pada 2007 itu harus bergesek dengan tantangan zaman dan memerlukan pengembangan lebih lanjut.
Pengasuh Pesantren Al-Mahfudz Seblak, KH Abdul Halim Mahfudz, dikutip ngopibareng.id, pada akun facebooknya, menjelaskan, pihaknya akan menindaklanjuti Mudzakarah ini dengan kegiatan keilmuan untuk membuka jendela menjadikan Ilmu Falak lebih banyak dipahami dan dipelajari oleh masyarakat. “Selain itu, agar lebih banyak memberikan manfaat kepada publik lebih dari sekadar untuk menentukan arah kiblat, menentukan jadual salat, dan menentukan lebaran. Semoga perubahan iklim, gempa bumi dan bencana alam yang lain bisa dihitung dengan pendekatan Ilmu Falak,” tuturnya. (adi)
Advertisement