Prof Hermanu Joebagio, Pakar Sejarah Islam Nusantara dari UNS
Berita duka kalangan bagi kalangan akademi Islam di Indonesia. Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd, pakar Sejarah Islam Nusantara dari Univesitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, meninggal dunia dengan tenang dalam usia 64 tahun, di RS dr. Oen pada Jumat 6 November 2020, pukul 19.15 WIB.
Hari ini, Sabtu 7 November 2020, pukul 13.00 WIB jenazahnya dimakamkan di Astana Bibis Luhur, Surakarta. Berangkat dari rumah duka Jl. Merbabu 3 Bibis Luhur Rt 05 Rw 21 Nusukan kec. Banjarsari, Solo.
Kepakarannya pun diakui sejarawan pengkaji khusus Riwayat Hidup Pangeran Diponegoro, Peter Carey. Bagi kalangan Nahdliyin, kabar duka ini semakin dalam. Karena, belum genap satu bulan wafatnya KH Abdullah Asy’ari, Mustasyar PCNU Solo yang dinela luas di Jawa Tengah.
Pakar Sejarah Islam Pertama UNS
Prof. Dr. Hermanu Joebagio mempunyai jejak menarik. Sejarah Islam yang belum banyak diteliti telah membuat Prof Dr Hermanu Joebagio MPd tertantang untuk mengupasnya lebih dalam.
Dia tertarik untuk mempelajari sejarah Islam karena agama itu yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, struktur sosial masyarakat di Indonesia juga cenderung kepada kehidupan islami.
Ketertarikannya terhadap sejarah Islam pula yang mengantar pria kelahiran Madiun, 3 Maret 1956 itu pada pengukuhan guru besar ke-152 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, 24 April 2013. Setelah menyandang gelar guru besar, satu-satunya pakar sejarah Islam yang dimiliki UNS ini merasa memiliki kewajiban untuk terus mempelajari sejarah Islam, terutama di Indonesia.
Kekuatan Akar Rumput
Pada sidang senat terbuka bidang Ilmu Sejarah Politik Islam di auditorium UNS, Hermanu menyampaikan pidato pengukuhan berjudul ”Politik Islam dalam Pusaran Sejarah Surakarta”.
Dia memilih pidato tersebut lantaran berdasarkan penelitiannya, latar belakang pergumulan politik di kerajaan tradisional dari Demak hingga Mataram selalu mengikutsertakan Islam dalam putaran konflik.
Menurutnya, Islam bukanlah kekuatan ideologis negara tetapi kekuatan akar rumput. Dengan begitu, kekuatan itu berisiko besar direpresi oleh penguasa apabila berseberangan dengan arus politik.
”Dalam sejarah kerajaan Islam dari Demak hingga Mataram, ideologi Islam tidak digunakan dalam pemerintahan meskipun kehidupan islami mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat,” kata Hermanu yang menjadi guru besar pertama di Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP tersebut.
Menurut Hermanu, Islam dalam sejarah adalah akar rumput. Namun dalam perkembangannya, Islam justru menjadi alat politik. Hal itu terlihat dari banyaknya partai Islam di Indonesia setelah era reformasi.
Menurutnya, sejarah Islam di Indonesia belum begitu banyak diteliti oleh akademisi. Dari puluhan kali melakukan penelitian, sekitar sembilan penelitiannya mengacu pada sejarah Islam. Dari sembilan jurnal ilmiah tersebut, hanya lima yang telah terakreditasi secara nasional.
Dengan mempelajari sejarah, Hermanu mengaku bisa mendapatkan manfaat untuk bisa melihat masa lalu dan merekonstruksi masa depan.
Pengabdian di NU
Prof Hermanu, lebih dikenal sebagai pakar sejarah Islam dan Kepala Studi Pengamalan Pancasila (PSPP) UNS, juga tercatat sebagai Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surakarta, baik di periode kepengurusan saat ini maupun di beberapa periode kepengurusan sebelumnya.
Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH M Dian Nafi, mengenang pribadi Prof Hermanu sebagai sosok pendidik yang sangat baik.
“Semoga segera muncul penerus kebaikan beliau,” kata Pengasuh Pesantren Al-Muayyad Windan Kartasura itu, seperti dilansir NU Online Jateng.
Sebagai seorang akademisi, Prof Hermanu juga dekat dengan aktivis mahasiswa. Ketua Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surakarta Putri Lestari masih mengingat beberapa pesan yang diberikan kepadanya.
“Beliau sosok yang bersemangat. Sering mendorong kami, para kaum muda untuk terus berkarya, seperti menulis buku,” kata Putri.
Senada dengan Putri, Sekretaris Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) Surakarta Joko Priyono juga terkenang dengan motivasi dari Prof Hermanu untuk produktif dalam berkarya.
Salah satu karya tulis Prof Hermanu berjudul 'Biografi Politik Paku Buwana X: Studi Gerakan Islam dan Kebangsaan di Keraton Surakarta', yang dikembangkan dari disertasinya.
“Sebagai seorang mahasiswa yang menempuh program sarjana, setidaknya harus membaca minimal 200 judul buku, Mas. Pascasarjana minimal 500 judul buku dan Doktor minimal 1000 judul buku,” ungkap Joko.