Profesor Ari Kuncoro Dikukuhkan Menjadi Rektor UI
Prof. Ari Kuncoro, SE., MA., Ph.D. dikukuhkan menjadi Rektor Universitas Indonesia (UI). Acara berlangsung di Balai Purnomo, Kampus UI, Depok, Rabu 4 Desember 2019. Ari Kuncoro menggantikan Prof. Muhammad Anis.
Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Saleh Husin, mengukuhkan Ari Kuncoro sebagai rektor UI setelah melalui tahapan seleksi hingga menyisakan tiga calon rektor. Dua kandidat calon Rektor UI lainnya adalah Prof. Dr. rer. nat. Abd Haris dan Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, MPH, SpOG(K).
Proses pemilihan Rektor UI berjalan berdasarkan asas profesional, non-diskriminatif, akuntabel, dan setiap proses berlangsung transparan. Proses pemilihan rektor terdiri atas penjaringan, penyaringan, dan penetapan, serta pelantikan. Rangkaian proses pemilihan Rektor UI ini berlangsung sejak Mei hingga September 2019.
Mendikbud Nadiem Makarim hadir dalam pengukuhan rektor baru UI bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Mantan bos Gojek itu mengapresiasi Rektor UI periode 2014-2019, Prof. Muhamad Anis, yang telah membawa dampak besar terhadap pendidikan di Indonesia, khususnya di kampus UI.
“Pertama saya ingin ucapkan kepada Prof. Anis adalah terimakasih untuk semua dampak positif yang telah terjadi selama lima tahun sebelumnya, seperti pencapaian UI rangkingnya meningkat, tapi yang terutama buat saya, yang paling saya banggakan itu adalah dampak ril terhadap pendidikan,” kata Mendikbud.
Ia juga berbicara tentang prioritas utama Pemerintah Presiden Joko Widodo yaitu mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.
“Kalau dianalisa apa dampak terbesar yang perguruan tinggi bisa lakukan untuk meningkatkan SDM unggul adalah mencetak pemimpin-pemimpin masa depan, yaitu mahasiswa,” kata Mendikbud.
Nadiem Makarim juga menyampaikan tentang kemerdekaan belajar dan guru penggerak.
Kemerdekaan belajar, lanjutnya, berarti kemerdekaan disetiap jenjang pendidikan di mana pemerintah akan memilih untuk memberikan kepercayaan kepada institusi-institusi pendidikan, memberikan kebebasan, dan memberikan otonomi.
“Lembaga perguruan tinggi merdeka dari berbagai macam regulasi dan birokrasi. Lalu ke bawah lagi, para pendidik dan dosen juga dimerdekakan dari birokrasi ke lembagaan di perguruan tinggi dan yang terpenting mahasiswa diberikan kemerdekaan untuk belajar sesuai kepentingannya dan sesuai keminatannya,” tutur Nadiem Makarim.
Advertisement