Kuliah Daring, Dua Mahasiswa Kediri Nyambi Jual Makaroni
Di sela waktu luang usai mengikuti proses belajar daring dari rumah, dua Mahasiswa Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kota Kediri ini mencari kesibukan untuk berwirausaha. Didin Trianggoro 21 tahun dan Bagus Nugroho ingin hidup mandiri dan tidak mau membenani orang tuanya. Salah satu bentuk ikhtiar yang sudah dilakukan selama enam bulan terakhir ini adalah dengan memproduksi sekaligus berjualan makanan ringan.
Jenis makanan ringan yang mereka produksi adalah makaroni goreng yang dikemas menarik, dan layak dikonsumsi oleh segala kategori usia. "Ide awalnya dari teman sekaligus rekan usaha saya, Bagus Nugroho, " kata mahasiswa Semester 5 jurusan sistem Informasi ini, Senin 21 Desember 2020.
Didin Trianggoro merasa bersyukur, karena selama ini rintisan usahanya tersebut telah mendapat dukungan dari orang tua. " Allhamdulilah, kedua orang tua kami mendukung, untuk proses produksi penggorengan makaroni dibantu oleh ibunya Bagus di rumah. Sedangkan orang tua saya juga ikutan membantu mengemas, " terangnya.
Didin Trianggoro mengungkapkan alasannya memilih memproduksi makanan ringan jenis makaroni karena selama ini makaroni dinilai sebagai makanan yang murah dan sudah dikenal luas oleh gerenasi milenial.
"Sebenarnya Makaroni itu kalau kita lihat, bahannya murah. Tapi kemudian kami berusaha mengubahnya menjadi produk makanan dengan daya beli tinggi. Kemudian kami bikin kemasan yang terlihat menarik elegan , hingga bisa masuk penjualanya menyasar ke kafe," ungkapnya.
Ia mengingat, pertama kali bikin, produksi hampir 25 bungkus. Saat itu makaroninya tidak langsung dijual melainkan dibagikan dalam bentuk tester ke teman kampus. “Setelah itu kita dapat masukan, semuanya membutuhkan waktu, proses Mas. Setelah dipastikan rasanya enak, baru kami jual ke pasaran," kenangnya.
Makanan ringan kemasan itu kemudian diberi lebel Two Brothers Factory. Agar pelanggan tidak bosan, ada beragam varian rasa yang ditawarkan. Antara lain pedas gurih, pedas manis, barbeque, dan keju.
Pertama berjualan, ia mengaku menggunakan modal sebesar Rp1 juta untuk membeli bahan sekaligus pesan plastik kemasan. Karena masih baru produksi, Didin tidak berani berspekulasi untuk membeli bahan dalam jumlah banyak. Bahan makaroni mentah yang dibeli ketika itu hanya dua kilo gram saja. "Untuk sekarang kami sudah berani beli bahan makaroni sampai 25 kilogram, "tandasnya.
Satu bungkus kemasan makaroni dijual ke sejumlah kafe dengan harga Rp8 ribu. Oleh pihak kafe kemudian dijual kembali Rp 10 ribu. Sementara untuk pembelian reseller dalam jumlah banyak diberi harga khusus Rp 7 ribu. Selain melayani pembelian off line, kedua mahasiwa ini juga memasarkan produknya melalui sistem online shop. Untuk penjualan online shop dibandrol Rp 8 ribu per bungkus. Setiap minggunya, ia titip jual 15 bungkus. Jika jatah titipan tidak laku terjual, ditarik diganti yang baru.
"Kami juga jualan di Facebook, dan Instagram. Kami berusaha mengembangkannya di media digital. Selain itu, pembelian sistem COD bisa laku 25 -45 dalam sehari. Paling sepi 15 bungkus seharinya. “Jadi waktu kami bagi, malam goreng, paginya kuliah, "kata dia.
Kini, makaroninya juga dilirik oleh pemda setempat. Ia mengaku produknya dipasarkan oleh pemda melalui salah satu toko online. “Dan allahmdulikah ludes semua laku terjual 30 bungkus lebih. Bukan hanya melayani pembelian dari lokalan Kediri saja, melainkan juga menyasar ke daerah Sidoarjo, Malang, Surabaya dan Jombang, " bebernya.
Selain ikut membantu memasarkan di online, pemda juga pernah mengajaknya ikut berjualan di pusat perbelanjaan modern. Di samping itu, ia juga sering diikutsertakan berupa pelatihan marketing digital, packing, foto produk dan pelatihan tentang perizinan.