Prodi Pariwisata FIA UB Tumbuhkan Rasa Cinta Budaya Lewat ini
Program Studi (Prodi) Pariwisata, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Brawijaya (UB) ingin menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan di Indonesia.
Acara tersebut bertajuk Brawijaya Culture and Food Festival (BCFF) 2019 dengan tema Corak Budaya Nusantara pada Kamis 21 November 2019 sore kemarin.
"Ini acara tahunan ya, tahun lalu kami lebih pada tema budaya jawa. Tahun ini kami generalkan ke budaya nusantara. Mulai dari keseniannya sampai makanannya," ujar Dosen Pariwisata FIA UB, Edriana Pangestuti.
Terlihat di halaman FIA, ada delapan stan yang menjual makanan dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari seblak Bandung, lumpia Semarang, sampai sate Madura. Mahasiswa dalam hal ini menggandeng pengusaha kuliner dari luar kampus.
"Kami memang menggelar ini setiap tahun agar mahasiswa yang masuk usia milenial ingat budayanya kembali. Selama ini kan arus globalisasi kadang bikin mereka lupa sama budaya sendiri," tambahnya.
Sementara di panggung utama, mahasiswa mengisinya dengan acara tarian, musik dan talkshow seputar budaya. Para pengisinya pun berasal dari dosen dan kalangan seniman.
"Ada tarian seka, ada bawidayak, ada bojang ganong juga, dan masih banyak lagi. Jadi nggak seperti tahun lalu yang cuma tarian jawa saja," ungkap Staf Ahli Wakil Dekan III FIA UB, Kartika Putri Kumalasari.
Menjelang petang, acara diisi dengan talkshow musik tradisional oleh sejumlah pegiat musik di Kota Malang, yaitu Anang Maret (Musium Musik Indonesia), Vigil Kristologus (pemain musik keroncog Kos Atos), Dwi Atmanto (Dosen Pariwisata FIA UB).
Acara pun dilanjutkan dengan penampilan jaranan sampai perform patrol. Digelar cuma sampai malam ini, antusiasme mahasiswa dan dosen pun luar biasa dalam gelaran tersebut.
Dalam materinya, Vigil, anggota Kos Atos berpesan pada mahasiswa agar selalu update perkembangan musik dengan sentuhan kebudayaan, supaya digemari milenial. Sedangkan Anang dari MMI berharap pendidikan musik tak sekadar jadi ekstrakulikuler.
"Selama ini saya melihat musik hanya sebatas ekskul saja. Harusnya musik tradisional juga masuk dalam kurikulum mata pelajaran khusus. Harapan saya semoga ke depan ada kurikulum musik," terang Anang.
Lain halnya dengan Dosen FIA UB, Dwi Atmanto. Ia lebih menekankan seni musik tradisional dalam kacamata akademisi. Ia sendiri mengatakan bahwa selama ini FIA UB telah memiliki beragam kelompok musik yang harus dimanfaatkan.
"Ada Al Banjari bahkan home band. Harusnya ini dimanfaatkan. Dari sisi akademik, kalau kegiatan begini saja diabaikan ya gimana mau berkembang akademiknya di bidang musik. Ayolah aktif, saya siap bikin pentas seninya kalau Anda aktif," serunya.
Advertisement