Problem Indonesia, Buya Syafii : Banyak Politisi, Minus Negarawan
Tokoh kharismatik Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma’arif mengungkapkan, saat ini Indonesia mengalami krisis negarawan. Para pegiat partai politik, menurutnya, lebih banyak mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat.
Sebagai contoh, Buya Syafi’i, panggilan akrabnya, mengkritik sistem kabinet presidensil yang lebih nampak berbau parlementer. Hasilnya, kabinet diisi bukan berdasarkan meritokrasi (keahlian) tapi berdasarkan dominasi partai.
“Partai-partai itu 'kan haluannya tidak sama. Mereka punya kepentingan strategi masing-masing. Jadi, karena ini kan presidensial tapi terasa seperti parlementer. Itu sulit sekali, sangat sulit. Itu salah satu bentuk. Tapi itu hasil politik, mau apa? ” tanya Buya Syafii, panggilan akrabnya, dalam keterangan dikutip Kamis, 24 Juni 2021.
Terkait Problem Bangsa
Di lain hal, Buya Syafii juga menyatakan keprihatinan atas kualitas hukum, komitmen terhadap KPK yang tidak ideal hingga penanganan pandemi yang berlarut-larut.
“Ya, tentang krisis (negarawan). Tantangan kita kan berat. Covid, korupsi masih merajalela begini. KPK juga tidak seperti kita harapkan. Hukum juga begitu,” ungkapnya.
Terkait dengan problem-problem kebangsaan yang disinggung di awal, Buya Syafi’I berharap segera menemukan solusinya. Kepada masyarakat, Buya berpesan agar tetap mencintai bangsa ini dengan segala kekurangannya.
“Ya sudah lalui saja. Yang penting menurut saya kesetiaan kepada bangsa dan negara ini jangan sampai lemah, berkurang. Timbulkan kembali patriotisme, nasionalisme,” tuturnya.
Tema-tema di atas, menurut Buya dibicarakan bersama Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan dalam silaturahmi yang berjalan sekira satu jam.
“Ini silaturahmi dengan anak bangsa,” ucapnya.
“Diskusinya panjang dan hangat. Terus terang saya baru pertama kali (ngobrol dengan Airlangga). Dari Menko ada empat, ini (Airlangga) yang terakhir datang ke rumah. Yang lain sudah datang semua,” ungkap Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang bersama Menko Perekonomian RI Airlangga Hartanto di kediamannya, Sabtu 19 Juni 2021.
Kontras Sikap-Tindakan Tokoh Politik
Bermunculannya politisi, aktivis dan tokoh politik yang melakukan berbagai macam kegiatan politis, termasuk pimpinan di daerah di tengah pandemi. Hal itu menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, suasananya terlihat kontras jika melihat kondisi bangsa di tengah pandemi yang masih meningkat.
“Di satu pihak politik selalu dinamis untuk merebut simpatik rakyuat, juga untuk melakukan investasi dukungan yang sebenarnya itu wajar dari aktifitas politik, sejauh terbuka. Namun perlu mempertimbangakan situasi dan ada pertanggungjawaban. Menjadi bermasalah ketika hanya mengejar popularitas, mengejar kepentingan politik sendiri atau kelompok lalu mengabaikan atau tidak mementingkan kepentingan yang lebih luas di tengah kondisi pandemic,” tutur Haedar pada Selasa lalu.
Di tengah pandemi Covid-19 yang semakin meningkat, elit politik termasuk elit pemerintah daerah seharusnya berkonsentrasi dalam mengoptimalkan peran kegiatan bahkan sinergi satu sama lain untuk semakin meringankan beban pandemi, baik dari aspek kesehatan maupun dampak yang bersifat ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya yang terasa berat bagi rakyat kecil.
Tanggung Jawab Etik
“Semestinya politisi memiliki pertanggungjawaban etik, pertanggungjawaban kebangsaan agar lebih mengembangkan kegiatan, perhatian dan jalinan kerjasama untuk menyelesaikan pandemi ini,” jelas Haedar.
Kalau sudah waktunya Pilkada, Pilpres, Pemilu maka akan ada proses serta tahapan yang semua bisa menjalaninya dengan seksama sehingga ada proses yang saling bertanggungjawab sekaligus juga menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang dapat meringankan beban bangsa dan pandemi.
“Percayalah dengan usaha semua pihak termasuk elit politik dan tokoh daerah yang mengkapitalisasi kegiatan untuk memecahkan masalah bangsa maka akan menjadi kearifan politk bagi segenap elit politik dan elit pemerintah daerah sehingga semuanya bisa bersama meringankan beban bangsa dan negara,” tutup Haedar.