Prevalensi Stunting di Bojonegoro Cenderung Menurun
Pencapaian penanggulangan stunting di Bojonegoro Jawa Timur, sejak tahun 2018 hingga tahun 2022 ini menunjukkan hasil signifikan. Angka stunting cenderung mengalami penurunan.
Balita dengan prevalensi stunting masih tercatat sebesar 8,76% (6.941 balita) pada 2018 yang lalu. Namun angka ini berangsur menurun pada tahun 2019 sebesar 7,45% (5.868 balita). Lalu, 2020 lalu tercatat 6,84% (5.192 balita). Kemudian menurun pada tahun 2021 terdapat 5,71% (4.277 balita) dan hingga bulan timbang Februari 2022 tercatat turun menjadi 5,21% (3.804 Balita).
Namun, berdasarkan hasil bulan timbang di Bojonegoro ini jika dibandingkan dengan data hasil survei nasional, prevalensi stunting di Kabupaten Bojonegoro tahun 2021 masih sebesar 23,9%, sedikit di atas Provinsi Jawa Timur yang sebesar 23,5%, dan di bawah angka nasional sebesar 24,4%.
Menurut Bupati Bojonegoro, Ana Muawanah, posisi Kabupaten Bojonegoro berdasarkan skala survei nasional, saat ini masih masuk peringkat 14 terbesar se-Jawa Timur.
"Dan masih masuk dalam daerah lokus penanganan AKI, AKB dan stunting,” jelasnya.
Untuk menuju Bojonegoro bebas stunting, kata dia, langkah awal yang menjadi perhatian utama adalah terkait dengan data.
"Jangan sampai ada manipulasi data stunting,” tegasnya.
Dia mencontohkan hari ini masih ditemukan perbedaan antara data riil bulan timbang dan survei nasional. Bojonegoro selalu mendorong agar verifikasi dan validasi data stunting yang ada di lapangan mulai dari tingkat Posyandu sampai ke kabupaten harus terukur dan terdata dengan akurat dan terstandar.
“Semakin akurat data yang dimiliki, harapannya segala intervensi program penurunan stunting akan lebih tepat sasaran dan dapat dilakukan percepatan dalam penanggulangannya,” tandas Anna Muawanah.
Sementara itu, laporan dari Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro, Anwar Murtadho, langkah aksi yang telah dilaksanakan untuk pencegahan stunting adalah intervensi Gizi Spesifik yang berkontribusi 30%.
“Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek,” ujarnya.
Lalu, Intervensi Gizi Sensitif yang berkontribusi 70%. Ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK.