Presiden Tunisia Pecat Perdana Menteri, Kantor Al Jazeera Diserbu
Kerusuhan dan bentrokan terjadi di Tunisia, sehari setelah Presiden Presiden Kais Saied memecat Perdana Menteri Hichem Mechichi, Minggu malam. Tentara dan rakyat bentrok di Tunis, Ibu Kota Tunisia, dan hari ini, polisi menyerbu kantor biro Al Jazeera di Tunis.
Polisi menyerbu biro media besar yang berbasis di Doha, Qatar, dan mengusir semua staf yang ada. Setidaknya 20 petugas polisi berpakaian preman bersenjata lengkap memasuki kantor pada hari Senin. Mereka tidak dibekali surat penggerebekan.
“Kami tidak menerima pemberitahuan sebelumnya tentang penggusuran kantor kami oleh pasukan keamanan,” kata Lotfi Hajji, kepala biro Al Jazeera di Tunisia.
Pasukan keamanan yang terlibat dalam serangan itu mengatakan mereka menjalankan instruksi dari pengadilan negara itu dan meminta semua jurnalis untuk pergi. Wartawan mengatakan mereka diperintahkan oleh petugas keamanan untuk mematikan semua handphone dan tidak diizinkan kembali ke gedung untuk mengambil barang-barang pribadi mereka. Petugas menyita peralatan lainnya.
Reporters Without Borders (RSF) mengutuk penyerbuan kantor Al Jazeera di Tunisia, dan menolak dilibatkannya media dalam konflik politik.
Presiden Saied membubarkan parlemen dan memberhentikan Perdana Menteri Hichem Mechichi pada hari Minggu malam. Tindakan itu dianggap sebagai kudeta, dan dikutuk sebagai serangan terhadap demokrasi oleh para pesaingnya. Tetapi mereka yang mendukung tindakan Presiden Saied ini menyambutnya dengan perayaan di jalan-jalan.
Presiden Saied menyatakan dirinya akan mengambil alih otoritas eksekutif dengan bantuan perdana menteri baru setelah protes keras pecah di beberapa kota Tunisia atas penanganan pemerintah terhadap pandemi COVID-19 dan ekonomi.
Ini adalah tantangan terbesar bagi konstitusi 2014 yang membagi kekuasaan antara presiden, perdana menteri dan parlemen.
"Banyak orang tertipu oleh kemunafikan, pengkhianatan dan perampokan hak-hak rakyat," kata Presiden Saied dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di media pemerintah. "Saya memperingatkan siapa pun yang berpikir untuk menggunakan senjata, dan siapa pun yang menembakkan peluru. Angkatan bersenjata akan merespons dengan peluru," katanya seperti dikutip Al Jazeera.
Dia juga menangguhkan kekebalan anggota parlemen, dan bersikeras bahwa tindakannya sejalan dengan konstitusi.
Kais Saied dilantik jadi Presiden tahun 2019. Kemenangannya dianggapnya sebagai revolusi baru. Hari Minggu malam dia menganjurkan para pendukungnya berpesta di jalanan, usai dia memecat perdana menteri dan membubarkan parlemen. Kais Saied, seorang politisi independen berusia 63 tahun, sebelumnya adalah pengacara.
Tindakan politik yang dilakukan Kais Saied ini menyusul protes rakyat yang berkepanjangan yang menuntut perbaikan ekonomi akibat pandemi Covid-19. (nis)
Advertisement