Presiden Taiwan: Kami Tidak Akan Tunduk pada China
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pemerintahnya tidak akan tunduk pada tekanan dari China dan akan terus memperkuat pertahanannya untuk melindungi cara hidup demokratisnya.
Tsai Ing-wen, 65 tahun, mengatakan Taiwan akan terus meningkatkan pertahanannya 'untuk memastikan bahwa tidak ada yang bisa memaksa' wilayah itu untuk 'menerima jalan yang telah ditetapkan China untuk kita'.
Tanggapan keras Tsai pada hari Minggu kemarin datang sehari setelah Presiden China Xi Jinping berjanji sekali lagi untuk mewujudkan penyatuan kembali secara damai dengan pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu, yaitu Taiwan.
Diklaim oleh China sebagai wilayahnya sendiri, Taiwan berada di bawah tekanan militer dan politik yang meningkat untuk menerima pemerintahan Beijing.
Tekanan itu termasuk serangan angkatan udara China berulang kali ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Selama minggu pertama bulan Oktober saja, Beijing mengirim sekitar 149 pesawat militer di wilayah udara Taiwan yang membuat Taiwan untuk mengerahkan jet tempurnya dan memicu kekhawatiran internasional.
Berbicara pada rapat umum yang diadakan untuk menandai Hari Nasional Taiwan di Taipei tengah, Tsai berharap dapat meredakan ketegangan di Selat Taiwan.
Dia mengatakan pemerintahnya tidak akan bertindak gegabah, tetapidia menegaskan seharusnya sama sekali tidak ada ilusi bahwa rakyat Taiwan akan tunduk pada tekanan.
“Taiwan akan terus meningkatkan pertahanan nasional kami dan menunjukkan tekad kami untuk membela diri untuk memastikan bahwa tidak ada yang dapat memaksa Taiwan untuk mengambil jalan yang telah ditetapkan China untuk kami,” katanya dalam pidato di luar kantor kepresidenan.
“Ini karena jalan yang telah ditetapkan China tidak menawarkan cara hidup yang bebas dan demokratis bagi Taiwan, atau kedaulatan bagi 23 juta orang kami” kata Presiden Tsai Ing-wen.
Dikenal secara resmi sebagai Republik Cina (ROC), Taiwan adalah sebuah pulau otonomi yang berdeka dan diatur secara demokratis yang terletak sekitar 161 kilometer (100 mil) di lepas pantai daratan Cina.
Kedua belah pihak telah diperintah secara terpisah sejak akhir Perang Saudara China pada tahun 1949, ketika komunis mendirikan Republik Rakyat China di Beijing dan nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taiwan dan mendirikan pemerintahan di sana.
Meskipun telah menyatakan kemerdekaannya secara de facto, tetapi Beijing memandang Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, dan telah menawarkan model otonomi satu negara, dua sistem kepada Taiwan, seperti yang diterapkan di Hong Kong. Tetapi semua partai besar Taiwan telah menolaknya, terutama setelah tindakan keras keamanan China di bekas jajahan Inggris itu.
Ketegangan telah meningkat ke level tertinggi di bawah Xi, yang memutuskan komunikasi resmi dengan Taiwan setelah terpilihnya Tsai Ing-wen lima tahun lalu.
Dalam pidato kemarin, Tsai Ing-wen juga berbicara tentang pengalaman Hong Kong, yang dalam beberapa bulan terakhir telah bergolak akibat penerapan undang-undang keamanan baru yang menyeluruh. “Apa yang terjadi di Hong Kong menjadi peringatan bagi orang-orang Taiwan,” kata Presiden Tsai Ing-wen seperti dikutip Al Jazeera. (*)