Presiden Minta Penanganan Napi Kasus Terorisme Dievaluasi
Presiden Joko Widodo meminta harus ada evaluasi total penanganan narapidana dalam perkara terorisme agar kerusuhan seperti yang terjadi di rumah tahanan Markas Komando (Mako) Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tidak terulang.
"Ya harus ada evaluasi total, harus ada koreksi, baik mengenai penjaranya, apakah perlu di markas atau di luar markas, apakah pemeriksaan apa dilakukan di tempat seperti di Mako itu kan di tempat, akan menjadi sebuah evaluasi untuk Polri agar kejadian itu tidak terulang kembali," kata Presiden, Sabtu 12 Mei 2018.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelumnya juga mengemukakan kebutuhan untuk mengevaluasi kelayakan Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua untuk menampung narapidana kasus terorisme.
"Evaluasi kami memang Rutan Mako Brimob tidak layak jadi rutan teroris. Kenapa? Karena bukan maximum security," katanya di Depok, Kamis, 9 Mei 2018, ia menambahkan bahwa rumah tahanan itu sebenarnya dirancang untuk menampung aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, dan jaksa yang terlibat tindak pidana.
"Karena mereka ini kan tangkap penjahat, kalau kemudian melakukan pidana dan ditempatkan sama dengan yang lain nantinya mereka bisa jadi korban," terang Tito.
Ia menjelaskan sebelumnya Rutan Mako Brimob dipilih untuk menempatkan tahanan kasus terorisme karena berada di dalam kompleks Markas Brimob sehingga diharapkan akan aman.
"Namun, ada dinamika tentunya. Walaupun aman karena berada di dalam Markas Brimob, tahanan terkurung dan tidak bisa kemana-mana, tapi di dalam rutan tidak didesain untuk narapidana terorisme," tutur dia.
Ia juga mengakui bahwa rutan tersebut kelebihan penghuni karena menampung sampai 155 tahanan padahal daya tampungnya maksimal 90 orang. Tito mengatakan berencana menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani guna membahas kemungkinan membangun rutan layak untuk narapidana kasus terorisme.
Usai bermain bola basket dengan para pelajar, Presiden juga berbicara tentang pengamanan ajang olahraga besar seperti Asian Games Agustus-September 2018 di Jakarta dan Palembang. Menurut dia, aparat keamanan Indonesia siap dan mampu mengamankan ajang tersebut.
"Aparat kemanan kita siap, kalau ada kejadian itu, ya setiap negara tidak bersih dari semua kejadian," katanya. (frd)