Presiden Jokowi Desak Kudeta Militer Myanmar Dibahas ASEAN
Presiden Joko Widodo menyampaikan dukacita dan simpati kepada para korban dan keluarga korban atas tindak kekerasan yang terjadi di Myanmar. Melalui pernyataan resmi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 19 Maret 2021, Presiden juga mendesak agar penggunaan tindak kekerasan di Myanmar untuk segera dihentikan.
"Atas nama pribadi dan seluruh rakyat Indonesia, saya menyampaikan dukacita dan simpati yang mendalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan di Myanmar. Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan," ujarnya.
Kepala Negara menegaskan bahwa keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama bagi penyelesaian dan penanganan situasi di Myanmar. Indonesia mendesak pihak-pihak terkait agar dialog dan rekonsiliasi dapat segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, perdamaian serta stabilitas di Myanmar.
"Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN untuk segera dimungkinkannya penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar," tandasnya.
Sementara PBB mencatat 149 orang telah tewas dan ratusan lainnya hilang dalam penumpasan aksi demonstrasi antikudeta di Myanmar. Seperti dilaporkan AFP, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menduga jumlah korban sebenarnya pasti jauh lebih tinggi.
PBB mengecam keras lonjakan kematian di Myanmar sejak kudeta 1 Februari 2021. PBB juga memperingatkan bahwa pengunjuk rasa yang ditahan menghadapi penyiksaan dan ratusan orang hilang.
"Jumlah korban tewas melonjak selama sepekan terakhir di Myanmar, di mana pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan mematikan secara agresif terhadap pengunjuk rasa damai," kata juru bicara PBB, Ravina Shamdasani kepada wartawan.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 180 orang telah tewas, termasuk 74 orang, pada Minggu 14 Maret lalu. Selain pembunuhan, Shamdasani memperingatkan bahwa pasukan keamanan terus menangkap dan menahan orang secara sewenang-wenang di seluruh negeri. Sedikitnya 2.084 orang saat ini telah ditahan.
"Laporan penyiksaan yang sangat menyedihkan di dalam tahanan juga telah muncul," katanya.
Shamdasani menyuarakan keprihatinan bahwa PBB menghadapi kesulitan mengakses informasi di lapangan. Hal ini akibat penerapan darurat militer di berbagai kota, termasuk Yangon dan Mandalay.
Selain itu, banyak lingkungan kelas pekerja tempat orang-orang terbunuh telah terisolasi melalui pemadaman komunikasi yang diberlakukan oleh militer.