Presiden Jokowi Genjot Investasi Hingga ke Sektor Pariwisata
Jakarta: Presiden Joko Widodo belakangan tegas dalam bersikap, keras dalam bertutur kata. Dua setengah tahun, presiden meletakkan dasar-dasar bernegara, percepatan pembangunan, dan deregulasi-debirokratisasi. Kini saatnya, mengundang para pemodal dunia untuk berinvestasi ke Indonesia.
Kebetulan, lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) memberikan status Indonesia senagai negara dengan predikat layak investasi! Ini momentum kuat, agar pemilik modal mau berinvestasi di Indonesia.
"Sekarang ini, kesempatan emas ada di depan kita. Mendapatkan WTP artinya pengelolaan kita baik, 84 persen WTP. Jumat lalu kita juga mendapatkan kepercayaan internasional 'investment grade'. Ini sebuah kesempatan yang harus kita gunakan. Jangan masuk dalam "framing" saling menghujat, saling menjelekkan, salinf menyalahkan, dan berdebat yang tidak ada habisnya," kata Presiden.
Selain itu, pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016, serta kepada 84 persen Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) juga menjadi saat yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk kembali bekerja keras.
Sektor pariwisata, juga menjadi bahan perbincangan banyak kalangan. Terutama kalau sudah masuk ke ranah investasi dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, seperti pengembangan 10 Top Destinasi Prioritas yang oleh Menpar Arief Yahya sering disebut 10 Bali Baru.
"Mari berinvestasi di sektor pariwisata, yang menjadi prioritas! Kami undang membangun amenitas di 10 Bali Baru," ajak Menpar Arief Yahya, yang kementerian di bawahnya juga mendapatkan opini WTP -Wajar Tanpa Pengecualian-- itu.
Arief Yahya menyebutkan, ke-10 destinasi itu antara lain, Danau Toba Sumut, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru (BTS) Jatim, Mandalika Lombok NTB, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara.
Presiden lagi-lagi mengingatkan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara jelas termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ia sampaikan di tengah-tengah sambutannya pada acara penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2016 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, (23/5).
"Saya ingin masuk kepada fokus kita, tujuan utama kita, berbangsa dan bernegara. Perlu saya ingatkan kepada kita semuanya bahwa membentuk negara Republik Indonesia ini bukan untuk berseteru, bukan untuk bertikai. Tapi tujuan utama kita jelas, bahwa kita ingin menciptakan kesejahteraan umum, kita ingin mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Presiden.
Menurutnya, selama 6 hingga 8 bulan ke belakang, energi bangsa ini habis hanya untuk berfokus pada hal-hal yang disebutnya tidak produktif. Maka itu, Kepala Negara kembali mengingatkan kepada seluruh pihak mengenai tujuan dari NKRI tadi.
Presiden Jokowi cukup lugas dan bahkan lebih keras dari sebelum-sebelumnya.
"Kita banyak omong ketimbang bekerja di akhir-akhir ini. Banyak berdebat ketimbang bekerja. Banyak saling hujat ketimbang bekerja. Banyak demo-demo yang tidak bermanfaat ketimbang bekerja. Banyak saling menjelekkan ketimbang bekerja. Banyak saling menyalahkan ketimbang bekerja. Lupa kita semuanya untuk membangun negara ini, membangun negeri ini," ucapnya.
Menilik ke belakang, Indonesia sesungguhnya sempat berjaya dan menjadi model utama bagi para negara tetangga. Ambil contoh jalan tol Jagorawi yang dahulu banyak dijadikan pembelajaran oleh negara-negara lainnya. Namun kini, Indonesia perlu diakui tertinggal dengan negara tetangga.
"Coba kita lihat tahun 1977, jalan tol Jagorawi yang kurang lebih 50 kilometer itu jadi contoh. Negara-negara lain pada datang ke sini. Tiongkok dan Malaysia datang melihat. Dari tahun 77 sampai sekarang sudah berapa tahun? Hampir 40 tahun kita hanya bisa membangun jalan tol 780 kilometer. Yang negara-negara tadi, yang melihat kita, Tiongkok, sudah 280 ribu kilometer. Berapa jauh kita sudah tertinggal?" tanyanya.
"Kita mau membangun kereta api cepat, jaraknya 148 kilometer, saja sampai sekarang belum mulai. Ributnya sudah dua tahun. Ramai debat, baik atau tidak baik. Sama seperti waktu kita bangun MRT, itu ramainya 26 tahun. Sudah direncanakan 26 tahun lalu, ramainya debat soal untung-rugi, baik-tidak. Negara lain sudah bangun dan itu bermanfaat, masih juga kita debatkan," ujar Presiden memberi contoh lain.
Maka itu, Kepala Negara tak ingin Indonesia terus tertinggal. Ia juga tak ingin Indonesia terus menerus terjebak dalam pemikiran-pemikiran negatif. Ia ingin agar bangsa Indonesia dapat kembali bersatu untuk bersama-sama membangun bangsa.
"Saya mengajak Bapak/Ibu dan saudara-saudara semuanya, keluarlah kita dari pikiran-pikiran negatif seperti itu. Ajak kita semuanya untuk kembali pada pikiran-pikiran positif untuk maju bersama, bekerja bersama bagi bangsa ini," tuturnya. (*)