Presiden: Harusnya Sebelum Putuskan Dengarkan Para Pakar
Dalam pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Presiden Joko Widodo menekan setiap kebijakan dalam menangani pandemi virus Corona-19 harus selalu merujuk data dan saran dari ilmuwan (scientist).
“Jangan membuat kebijakan tanpa melihat data scientific. Tanpa mendengarkan data dan saran dari pakar ini berbahaya. Minta masukan dari akar epidemiolog minta saran dari perguruan tinggi,” kata Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, 25 Juni 2020.
Presiden juga menegaskan sebelum memutuskan untuk memberlakukan New Normal, kepala daerah harus melalui beberapa tahapan. Misalnya dengan mengukur sektor-sektor yang beresiko tinggi sampai yang terendah.
“Buat prioritas sektor. Bukan langsung dibuka dibuka semuanya. Kita harus melalui tahapan. Gas dan remnya harus pas betul. Sektor resiko rendah didahulukan sedang sektor yang dianggap tinggi dinomorduaka, tiga, empat bahkan lima,” kata Presiden.
Pernyataan Presiden ini seolah mengingatkan saat Pemerintah Kota Surabaya memutuskan untuk menerapkan transisi New Normal. Saat itu, pakar epidemologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Dr. Windhu Purnomo menyampaikan, berdasar hasil kajian kawasan Surabaya Raya masih belum waktunya untuk menerapkan sistem The New Normal Life. Sebaliknya, kawasan Surabaya Raya yang meliputi Surabaya, Gresik dan Sidoarjo justru harus lebih memperketat upaya penanganan.
Windhu menjelaskan, berdasar kasus kumulatif masih terus terjadi penambahan. Bahkan, attack rate di Kota Surabaya sangat tinggi. Bahkan tertinggi secara nasional yakni 93/100 ribu artinya 100 ribu penduduk ada 93 terinfeksi. Jumlah tersebut sangat tinggi dibandingkan Provinsi DKI Jakarta yang attack rate-nya 70/100 ribu dan Jawa Timur 12/100 ribu.
Tak hanya itu, angka kematian sampai saat ini juga terus bergerak dan masih tetap tinggi yakni sebesar 9 persen. “Angka kematian masih tinggi, bahkan lebih tinggi dari angka nasional. Nasional aja 6 persen. Jadi dua hal itu buruk,” ungkap Windhu ketika dikonfirmasi langsung, Minggu 7 Juni 2020 sore.
Advertisement