Presiden Harus Evaluasi Kepala BIN Budi Gunawan
Indonesia Corruption Watch (ICW) minta Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. BIN dianggap bertanggung jawab atas lolosnya buron kakap Djoko Tjandra.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan BIN tak mampu melacak keberadaan Djoko Tjandra yang berhasil masuk dan keluar lagi dari Indonesia dengan bebas.
"Mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal," kata Wana dalam keterangan tertulis, kemarin.
Wana menilai kinerja BIN di bawah kepemimpinan Budi Gunawan berbanding terbalik dengan periode sebelumnya. Sebelumnya, intel negara itu berhasil memulangkan dua buron kasus korupsi, yakni mantan Bupati Temanggung, Totok Ari Prabowo, yang ditangkap di Kamboja pada 2015, dan Samadikun Hartono di Cina pada 2016.
Berdasarkan catatan ICW sepanjang 1996 hingga 2020 terhitung ada 40 koruptor yang masih buron. Lokasi yang teridentifikasi menjadi tempat persembunyian di antaranya Papua Nugini, Cina, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Australia.
"Namun berbeda dengan kondisi saat ini, praktis di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi oleh BIN," ujarnya.
"Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, bentuk ancaman yang menjadi tanggung jawab BIN satu di antaranya adalah ekonomi nasional. Selain itu, Pasal 2 huruf d jo Pasal 10 ayat (1) UU 17/2011 juga menjelaskan perihal koordinasi dan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri," katanya.
Menurut Wana Alamsyah, anggaran yang diterima BIN cukup besar, tidak sebanding dengan kerja yang ditunjukkan sejauh ini.
"Pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2020, BIN mendapat kucuran alokasi anggaran sebesar Rp7,4 Triliun. Dari jumlah itu, Rp2 Triliun digunakan untuk operasi intelijen luar negeri. Selain itu, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk modernisasi peralatan teknologi intelijen. Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran, tidak linear dengan kinerja BIN," ujarnya.
Di tempat terpisah, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding mengatakan, "Pernyataan temen-temen ICW yang meminta Presiden Jokowi mengevaluasi terhadap kinerja Badan Intelijen Negara, terutama terkait kasus Djoko Tjandra, menurut saya tidak proporsional dan tidak pada tempatnya," kata Karding di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakan Karding terkait pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa kasus Djoko Tjandra menunjukkan BIN tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap tersebut.
Karding menilai kewenangan penegakan hukum termasuk penangkapan, dimiliki oleh penegak hukum dalam hal ini Polisi interpol dan juga Kejaksaan ataupun KPK.
Menurut dia, melihat kasus Djoko Tjandra, terlalu jauh kalau tiba-tiba "mengalamatkan" kesalahan itu kepada BIN.
"Karena kalau melihat cerita dan kasusnya, banyak pihak oknum yang sudah diproses secara hukum misalnya dari Kepolisian Brigjen Prasetyo sudah tersangka kemudian sedang ada penyelidikan terhadap imigrasi kemudian kejaksaan atau pun juga aparat kelurahan yang mengurusi soal semua proses administrasi Djoko Tjandra," ujarnya.
Karena itu dia menilai dalam langkah-langkah proses hukum tersebut ada persekongkolan oknum yang dilakukan tetapi bukan oleh satu institusi seperti BIN.
Dalam langkah tersebut menurut dia, hal yang perlu digarisbawahi adalah polisi sudah melakukan tindakan atau langkah-langkah hukum terhadap oknum tersebut.
Politisi PKB itu mengatakan, dari sisi kewenangan BIN lebih banyak kepada penyediaan informasi kepada Presiden apalagi dengan Keppres yang baru, tugas lembaga tersebut terkait dengan hal-hal besar seperti keamanan nasional.
"Kalau ada pihak yang ingin disalahkan, tentu kita pada proses hukum saja kalau sudah diproses ya sudah kita tunggu dan kita desak atau kita pantau proses hukum berjalan seperti apa," katanya. (ant)
Advertisement