Presiden Dukung KPK Mewujudkan Pemerintahan Bersih
Jakarta: Presiden Joko Widodo siang ini menerima kedatangan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan mereka diterima langsung oleh Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 5 Mei 2017.
Pimpinan KPK yang datang pada pertemuan tersebut ialah Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata. Keempatnya tiba di Kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 10.15 WIB.
Dalam pertemuan itu, Presiden menyampaikan bahwa pemerintah mendukung penuh setiap langkah lembaga antirasuah tersebut. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berintegritas memang memerlukan pengawasan dalam tata kelolanya.
"Saya sangat mendukung apa yang telah dilakukan KPK dalam hal apa pun. Terutama dalam rangka mewujudkan pemerintahan bersih, berintegritas, dan bebas korupsi. Pemerintah sangat membutuhkan dukungan KPK dalam memberantas korupsi, membangun tata kelola pemerintahan yang baik, cepat melayani, dan bebas korupsi sehingga bisa berkompetisi dengan negara lain," ucapnya.
Ketua KPK yang memberikan keterangannya usai pertemuan menyampaikan bahwa yang pertama pihaknya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah memberikan bantuan pembiayaan untuk penyidik Novel Baswedan. Selain itu, pihaknya juga memberikan masukan kepada Presiden terkait dengan pengelolaan pemerintahan, perbaikan sistem, dan lainnya.
"Saya pribadi memberi masukan mengenai PPN 10 persen untuk kontrak pemerintah. Kita melihatnya yang namanya belanja modal dan barang paling tidak yang 10 persen itu tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal karena kembali lagi ke pemerintah. Ini juga memberikan dampak peraturan-peraturan yang sudah ada itu tidak bisa dilaksanakan dengan baik," Agus menjelaskan.
Ia memberikan contoh kepada Presiden bahwa terdapat aturan yang membolehkan instansi untuk melakukan pengadaan secara langsung bila nilai pekerjaan di bawah Rp200 juta. Namun, di saat yang sama instansi tidak bisa membeli langsung ke pasar ritel atau swalayan karena tidak menyediakan bukti potongan PPN.
"Kantor-kantor itu kemudian tidak bisa beli langsung misalnya kertas 50 rim ke swalayan atau ke mana karena kemudian diminta PPN-nya. Maka itu kami menyarankan untuk dievaluasi lagi supaya 10 persen tadi lebih optimal," kata Agus.
Selain itu, ia juga memberikan masukan lain seperti ketiadaan undang-undang korupsi di sektor privat. Sebab menurutnya, keberadaan undang-undang korupsi di sektor privat itu pada akhirnya dapat membentuk karakter bangsa.
"Saya beri contoh tadi begini. Itu teman-teman guru yang mengadakan bimbingan belajar di rumah (murid), kemudian menerima uang dari muridnya, itu bisa kena. Karena dia kemudian mempengaruhi nilainya anak itu. Itu sudah terjadi di Singapura seperti itu. Seorang guru menerima sesuatu karena berpengaruh terhadap evaluasi nilai muridnya, itu kena," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Alexander Marwata turut menyampaikan bahwa pihaknya memberikan masukan seputar pemanfaatan dana desa. Berdasarkan keterangannya, selama ini KPK telah banyak menerima pengaduan terkait penyimpangan dana desa.
"Tetapi karena itu di luar kewenangan KPK, dalam pengertian bahwa kepala desa itu tidak termasuk dalam kualifikasi sebagai penyelenggara negara, kami tidak bisa menindaklanjuti dan kami melimpahkan ke instansi yang lain," kata Alex.
Namun, meski demikian KPK memberikan saran terkait dengan pendekatan hukum yang perlu diterapkan dalam menindak penyalahgunaan dana desa tersebut. Salah satunya ialah dengan pemberhentian kepala desa.
"Kalau ada penyimpangan yang nilainya tidak signifikan, kalau dilakukan penindakan secara hukum itu antara azas manfaat dan biayanya tidak efisien, kami mengusulkan ada mekanisme untuk memberikan sanksi bagi kepala desa yang melakukan penyimpangan dana desa itu. Misalnya dengan pemberhentian atau pemecatan, ini yang sampai sekarang belum diatur. Atau bisa juga alokasinya untuk tahun depan yang dipotong," ucapnya. (hrs/ant)