Presiden dan Eks Presiden ACT Tersangka Dugaan Korupsi Donasi
Majalah Tempo edisi 4-10 Juli 2022 memuat Laporan Utama berjudul Aksi Cepat Tilap, pelesetan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Bareskrim Polri langsung mendalami dugaan penyelewengan donasi dan CSR korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 yang dikelola ACT.
Boeing saat itu menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar 144.500 dolar Amerika Serikat (AS) atau sebesar Rp 2,06 miliar dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.
CSR adalah singkatan dari Corporate Social Responsibility yang berarti aktivitas bisnis di mana perusahaan bertanggung jawab secara sosial kepada pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai bentuk perhatian dalam meningkatkan kesejahteraan serta berdampak positif bagi lingkungan.
Perkembangan terbaru, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka yaitu A selaku mantan Presiden ACT sekaligus pendiri dan mantan Ketua Yayasan ACT; IK selaku Presiden ACT; HH sebagai Dewan Pengawas ACT; dan NIA yang merupakan anggota pembina periode di kepemimpinan A.
"Empat orang yang disebutkan tadi pada pukul 15.50 WIB, telah ditetapkan sebagai tersangka," Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam konferensi pers, Senin 25 Juli 2022.
Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menambahkan, pihaknya juga telah memeriksa sejumlah saksi termasuk ahli.
"Berdasarkan fakta hasil penyidikan bahwa saudara A yang memiliki peran sebagai pendiri dan Ketua Yayasan ACT dan pembina dan juga pengendali ACT dan badan hukum terafiliasi ACT," ujarnya.
Ahmad Ramadhan membeberkan, A duduk di direksi dan komisaris agar mendapat gaji dan fasilitas lainnya. Menurutnya, A diduga menggunakan hasil dari perusahaan itu untuk kepentingan pribadi.
"Menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk Boeing tidak sesuai peruntukannya," ucap Ramadhan.
Presiden ACT IK disebut Ahmad Ramadhan mendapat gaji dan berbagai fasilitas lain dari badan hukum yang terafiliasi dengan ACT.
"Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya KUHP, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Yayasan, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," tandasnya.
Advertisement