Presiden Buka Munas-Konbes NU 2017 di Islamic Center
Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, resmi membuka kegiatan Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU) 2017 di Masjid Raya Hubbul Wathan, Islamic Center, Mataram, 23-25 November 2017. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menegaskan pihaknya sudah menantikan rekomendasi yang akan dihasilkan oleh NU di ajang ini.
Pembukaan Munas dan Konbes ini ditandai dengan pemukulan beduk oleh Jokowi bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj, kyai khos NU, KH. Maimun Zubair, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma'ruf Amin, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dan Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi.
Dalam sambutannya, Jokowi menuturkan sekilas pertemuannya dengan para ulama Afghanistan yang berkunjungan ke Istana Kepresidenan di Bogor dua hari lalu. Dalam kesempatan itu, para ulama tersebut mengutarakan kekagumannya terhadap Indonesia yang saat ini begitu diberkahi dengan semangat toleransi yang tinggi sehingga jauh dari perpecahan. Padahal, Indonesia memiliki keberagaman yang sangat tinggi.
Indonesia yang terdiri dari 714 suku yang berbeda-beda agama dan 1.100 bahasa daerah, mampu hidup dalam kebersamaan dan persatuan yang cukup kokoh. Sementara itu, Afghanistan yang hanya terdiri dari tujuh suku, dua diantaranya bertikai sehingga memicu perang dan membawa intervensi asing. Perang yang berlangsung sejak 1973, kini sudah berumur empat dekade. Kepada Jokowi, para ulama ini menginginkan Indonesia bisa menjadi mediator perdamaian di Afghanistan.
“Beliau menyampaikan kepada saya Indonesia ini mau beperan sebagai mediator pertikaian yang ada di Afghanistan dan saya sanggupi. Karena Afghanistan itu sebenarnya negara kaya, deposit minyak dan emas paling besar di dunia. Hanya saja tak bisa dikelola. Sehingga Afghanistan tak bisa memberikan kesejahteraan bagi warganya,” ujar Jokowi mengutip pembicaraannya dengan ulama Afghanistan.
Terkait agenda NU ini, Jokowi menegaskan sikap pihaknya yang menanti rekomendasi yang dilahirkan nantinya. “Kami mohon nantinya bisa dibahas yang disampaikan, rekomendasi-rekomendasi terutama yang berhubungan dengan pemerintah dan kami bisa menindaklanjuti,” ujarnya.
Jokowi mengaku akan sangat menantikan rekomendasi NU yang terkait dengan gerakan radikalisme dan paham yang intoleran. “Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. Karena sekarang pegangan kita sudah kuat, ada UU-semua, perpunya. Jadi kalau memutuskan, ada payung hukumnya yang jelas,” ujarnya sembari menegaskan pihaknya selaku pemerintah akan berupaya bersikap tegas terhadap penyebar aliran-aliran radikal dan sikap intoleran di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj menegaskan pernyataan serupa. Ia menilai, kelompok radikal memang sudah seharusnya tidak diberi tempat di Indonesia. “Yang kita usir ideologinya. Ada keluarga HTI, monggo masuk NU, pintu terbuka,” ujarnya. Said Aqil juga berterima kasih kepada Jokowi yang telah memutuskan Keppres No. 22 Tahun 2015, yang menjadi landasan diberlakukannya Hari Santri Nasional. “Itu sudah pengajuan dari pemerintah dan negara, (menegaskan) peran santri dalam berjuang kemerdekaan sangat besar. Kemerdekaan kita bukan hadiah. Tapi diraih dengan darah,” ujarnya.
Menurut Said Aqil, ada 18 topik yang akan dibahas para kyai NU dalam dua hari ke depan. Said menambahkan, sebagai forum bahtsul masail akbar, Munas Alim Ulama membagi pembahasan ke dalam tiga kategori. Ketiganya adalah, Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi’iyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan aktual), Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu’iyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan tematik), dan Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan berkaitan dengan perundang-undangan).
Adapun, beberasa isu yang dibahas dalam bahtsul masail kali ini di antaranya terkait investasi dana haji untuk proyek insfrastruktur, penggunaan frekuensi publik, ujaran kebencian dalam berdakwah, Islam dan penyandang disabilitas, serta RUU Terorisme. Sementara, dalam Konbes NU lebih membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, mengkaji perlembangan program, dan memutuskan Peraturan Organisasi. (*)