Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Respon Guru Besar Unpad
Akademisi dan Guru Besar Politik dari Universitas Padjdjaran (Unpad) Prof Muradi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berhenti berpolemik dan fokus bekerja untuk rakyat di sisa masa jabatannya yang hanya tinggal sembilan bulan saja.
Hal tersebut dikatakan Prof Muradi menanggapi pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak atas dasar demokrasi.
Prof Muradi menilai, pernyataan Presiden Jokowi soal kepala negara boleh berkampanye atau memihak hanyalah sebuah pembenaran. Ia menegaskan, rakyat dan masa depan demokrasi Indonesia sangat dirugikan oleh pernyataan Presiden tersebut.
"Jadi kalau saya nganggap bahwa yang disampaikan beliau itu bahwa pembenaran saja," ujar Muradi saat dihubungi, Kamis 25 Januari 2024.
Muradi pun menyarankan, agar Jokowi fokus menuntaskan masa jabatannya yang akan berakhir pada Oktober 2024 mendatang.
"Itu jauh lebih baik ketimbang memaksakan diri bersilat diri untuk kepentingan anggota keluarganya menjadi cawapres," bebernya.
Dia juga mengatakan bahwa akan sangat sulit bagi seorang presiden untuk tidak menggunakan fasilitas negara. Meski, sang presiden mengambil cuti untuk kampanye.
"Jangankan presiden aktif yang cuti, mantan presiden aja itu dikawal sampai hari ini, Bu Mega, Pak SBY, dan sebagainya," ungkapnya.
Muradi menegaskan,sebaiknya Jokowi tidak perlu ikut cawe-cawe terlalu jauh pada Pilpres 2024 ini. Meski, sang putra, Gibran Rakabuming Raka, ikut dalam kontestasi dalam Pilpres ini, yang berpasangan dengan Prabowo Subianto.
"Jadi pernyataan presiden itu sebenarnya sesuatu yang kemudian mudah untuk disampaikan, diucapkan, ditulis, tapi implementasinya itu agak susah. Seperti cuti, ada gak kejadian presiden cuti? Kan gak ada, apalagi beliau tidak dalam posisi untuk maju kembali," jelasnya.
Oleh karena itu, Prof Muradi pun berpesan agar Jokowi tidak terlalu ikut campur dan fokus pada sisa masa jabatannya sebagai presiden. Ia meminta Jokowi bertindak negarawan dengan mengedepankan kemasalahatan bangsa.
"Akan lebih baik presiden tidak buat polemik, berjaga jarak aja, gak usah ikut-ikutan, fokus saja pada 9 bulan terakhir beliau menjadi presiden sampai Oktober 2024," tegas dia.
Namun, apabila Jokowi ingin tetap memihak dan melakukan kampanye untuk paslon yang bukan dari partainya, maka harus dikaji lagi secara detail pada Undang-undang Nomor 2017 Pasal 299. Jika dilihat dari Pasal 299 tersebut, Prof Muradi kemudian mempertanyakan apakah di antara ketiga paslon tercantum nama Jokowi sebagai tim kampanye.
"Tapi kalau misalkan dia mau cuti, apalagi yang didukung beliau bukan kader dari partai pengusungnya, itu kan publik jadi bertanya cuti presiden dalam konteks apa? Tidak mendukung partainya, tidak mendukung calon yang diusung partainya, tapi dari partai lain," terangnya.
"Nah itu dibaca lagi secara detailnya di UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299, di situ dijelaskan presiden itu cuti kalau memang anggota dan atau misal dia punya kewajiban untuk memenangkan calon yang diusung partai politiknya. Makanya ada gak di tiga paslon tersebut Pak Jokowi itu namanya tercantum sebagai anggota tim kampanye atau pelaksana dari kampanye itu sendiri, kan gak ada,"Â pungkas Prof Muradi.
Advertisement