Presiden: Belum Ada Rencana Pembatasan Pembelian BBM Bersubsidi
Presiden Jokowi Menegaskan pemerintah belum punya rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi mulai 17 Agustus mendatang.
Ia mengatakan hingga saat ini belum ada pemikiran dari pemerintah untuk melaksanakan kebijakan itu. "Ndak, nggak , ndak , belum ada pemikiran ke sana. Belum rapat juga," kata Presiden, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 16 Juli 2024.
Rencana pembatasan BBM subsidi mencuat usai Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah akan membatasi pembelian BBM jenis itu mulai 17 Agustus 2024.
Namun Luhut tak menjelaskan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi tersebut lebih detail.
Luhut mengatakan pembatasan dilakukan terkait proyeksi defisit APBN 2024 yang akan lebih besar dari target pemerintah. Hal ini terjadi seiring dengan pendapatan negara yang diproyeksi tidak mencapai target.
Penurunan penerimaan negara itu katanya, terutama disebabkan oleh merosotnya setoran PPh badan dari perusahaan-perusahaan berbasis komoditas, yang terkena dampak penurunan harga komoditas secara tajam.
Hal itu, sambungnya, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan keseimbangan anggaran negara.
"Itu sekarang Pertamina sedang menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus ini, kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak mendapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," kata Luhut di unggahan akun media sosialnya,
Ia mengatakan pengurangan konsumsi subsidi, salah satunya BBM bisa berdampak besar pada penurunan inefisiensi yang terjadi di Indonesia selama ini.
Penyaluran subsidi memang banyak tidak tepat sasaran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan banyak orang kaya yang masih menikmati subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG.
Bahkan, jumlah orang kaya yang menikmati BBM subsidi ini lebih banyak dari jumlah rakyat miskin yang seharusnya menerima bantuan itu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Nathan Kacaribu menyebut berdasarkan data yang dimilikinya, orang miskin yang menikmati subsidi LPG 3 kg 23,3 persen dari sasaran.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, minta Presiden Joko Widodo menertibkan koordinasi dan komunikasi para menteri terkait rencana pembatasan distribusi BBM bersubsidi. Jangan sampai sejumlah menteri berbeda pendapat terkait kebijakan yang sama.
Dikhawatirkan hal tersebut akan membingungkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan spekulasi harga di lapangan.
“Pemerintah harusnya berkoordinasi dengan baik sebelum mewacanakan soal ini ke publik. Jangan sampai Menteri Keuangan, Menko Perekonomian dan Menko Marves berbeda,” ujar Mulyanto.
Mulyanto heran sosialisasi pembatasan distribusi BBM bersubsidi ini simpang siur. Ia mengingatkan Pemerintah agar segera menertibkan masalah ini agar masyarakat tidak berpikir ada pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
“Sangat aneh kalau Menko Marves sampai ikut-ikutan memberi pernyataan tentang rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Mestinya cukup menteri terkait yang menjadi jubir, bukan Menkomarves, sehingga pas,” kata Mulyanto.
Ia menambahkan kalau benar Pemerintah akan melakukan pembatasan BBM bersubsidi sebaiknya harus menyiapkan sistem pengawasan yang memadai. Jangan sampai BBM bersubsidi sudah dibatasi tapi distribusinya tetap tidak tepat sasaran.
“Pemerintah harus dapat memastikan bahwa pembatasan BBM tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan daya beli masyarakat kelas bawah. Jangan sampai masyarakat miskin semakin miskin, sebagai dampak dari pembatasan pembelian BBM bersubsidi ini,” tegas Mulyanto.
Wakil Ketua FPKS DPR RI itu minta Pemerintah membuat rumusan kriteria kendaraan yang dapat dan tidak dapat membeli BBM bersubsidi ini dengan jelas.
Menurutnya penerapan MyPertamina dan digital nozzle sudah sangat membantu namun kebocoran di luar itu ditengarai masih banyak terjadi.