Presentasi Syaharani di Event NgejazzRek
Musisi cantik itu merasa bisa kembali menjadi penyanyi. Saat tampil bareng dengan para musisi jazz Surabaya dalam NgejazzRek, akhir pekan kemarin. Penyanyi cantik itu adalah Syaharani.
Membawakan sejumlah lagu, ia tampak menikmati panggung yang dirancang Artdirector NgejazzRek, Nizar Mohammad. Panggung yang intimate antara musisi dan penonton. Di atrium Ciputra World.
Syaharani tampak menikmati. Bahkan ketika secara spontan harus berduet dengan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak untuk bernyanyi. Ia sempat turut nglesot di karpet bersama penonton saat melengkingkan suara emasnya.
Ngejazzrek memang dibikin bukan sekadar sebagai pertunjukan musik. Ia dirancang menjadi peristiwa kebudayaan. Menjadi ruang bertemunya para kreator dan komunitas secara berkala. Minimal dalam setahun sekali.
Karena itu, rangkaian kegiatan Ngejazzrek tidak melulu pementasan musik. Tapi ada Pasar Urban dan karnaval di dalam mall. Pasar Urban berlangsung tiga hari. Menghadirkan berbagai komunitas kreatif dari Surabaya. Mereka tidak display produk kerajinan. Tapi karya dan inovasi mereka.
Saya pernah ditanya mengapa pakai nama NgejazzRek? Ya. Ini bukan sekadar nama. Bagi kami, ngejazzrek adalah bertemunya kreatifitas dan kolaborasi yang diharapkan menghasilkan harmoni. Seperti yang sejatinya dalam musik jazz.
Jazz adalah genre musik yang harmoninya dibangun atas kreatifitas individual masing-masing musisi atau pemain musik. Mereka tersambung dalam rasa untuk bersama dalam melahirkan karyanya yang indah dan dinikmati banyak orang.
Jazz sering dianggap musik elitis. Digemari kalangan atas. Tak bisa dinikmati orang kebanyakan. Yang kalau ingin menikmatinya harus membayar mahal. Padahal, ini musik yang dikembangkan kaum Asia-Afrika. Untuk mengekspresikan “jasm” alias “energi” mereka.
Karena itu saya sangat menghormati almarhum Djaduk Ferianto yang mengembalikan posisi musik jazz di masyarakat melalui Ngayogjazz. Jazz harus menyatu dengan masyarakat. Bisa dinikmati siapa saja. Karena itu, ia menggelar Ngayogjazz sebagai “lebarannya musisi jazz” setiap tahun di desa-desa.
Jazz sejak dulu membawa spirit harmoni. Karena itu, memang harus tampil di tempat-tempat yang menjadi pusat interaksi manusia. Lantas apa tempat interaksi manusia di masyarakat kota? Mall atau pusat perbelanjaan menjadi pengganti alun-alun di kota besar. Orang bisa sambil ngadem di tengah udara panas Surabaya.
NgejazzRek secara sengaja mengusung spirit harmoni. Mengharmoniskan antara budaya lokal dan global. Antara rural dan urban. Antara individualitas dan komunalitas. Karena itu, sejak awal, NgejazzRek mengajak Robin Block, musisi dan kelompok band dari Belanda. Juga mengajak tokoh ludruk Surabaya Meimura.
Masih banyak seniman yang merasa kesulitan dalam mengekspresikan karya-karyanya. Dengan alasan minim sarana-prasarana seni. Padahal, semua infrastruktur kota –termasuk pusat perbelanjaan– adalah venue yang bisa menjadi ruang ekspresi. Tidak harus di galeri, hall, maupun ruang pertunjukan.
Seni dan budaya adalah kreatifitas. Termasuk kreatifitas dalam memanfaatkan semua ruang yang ada di perkotaan untuk mengekspresikan karyanya. Bukankah banyak juga musisi kondang yang memulai debutnya sebagai musisi jalanan? Atau maestro yang berawal dan seniman gelandangan?
Saya dan kawan-kawan yang menjadi penggagas NgejazzRek ini beruntung ketemu dengan salah satu bos kelompok Ciputra Group, Sutoto Yacobus. Orang yang pernah sekolah di Yogya dan bekerja di kelompok usaha yang memang menjunjung tinggi dunia seni. Seperti ditunjukkan pendirinya Ir Ciputra.
Karena itu, Ciputra World menjadi ajang uji coba gelaran pertama NgejazzRek. Juga berkomitmen untuk terus menggelarnya setiap tahun. Sebagai persembahan tahunan bagi Hari Jadi Kota Surabaya. Kota yang mestinya menjadi sumber musisi jazz karena dikenal dengan rujak cingurnya.
Ngejazzrek beruntung juga. Sebab, para musisi jazz kota ini merindukan ruang ekspresi baru yang dibangun tanpa beban. Festival yang menjadi forum presentasi karya mereka dalam bermusik. Menjadi ajang gojekan musisi dari berbagai kalangan dan asal muasal.
“Terima kasih. Kami diberi kesempatan untuk bertemu dengan komunitas lama kami. Ini jadi pertunjukan temu kangen,” kata Totok, drummer ACIDity band. Penggemarnya yang hadir berseragam mengenakan kaos dengan brand band tersebut.
Saya melihat wajah riang terpancar dari tokoh jazz Surabaya seperti Haryono (SweetSwingNoff), Yosan Gunawan (Jazz Centrum), Ucok (Fussion Jazz), Andi Bayou, dan Rio Sidik. Masih banyak para tokoh jazz berdatangan dan menjadikannya ngejazzrek sebagai tempat reuni.
Melihat respon mereka, kami menjadi lebih bersemangat untuk menjadikan NgejazzRek sebagai sebuah forum. Sebagai wadah komunalisme dalam dunia urban. Menjadi tempat berinteraksi para musisi, penggemar, dan para orang-orang kreatif.
Dengan demikian, Ngejazzrek diharapkan bisa menjadi pendorong lahirnya ekosistem kreatif yang kolaboratif untuk menghasilkan harmoni. Ekosistem yang kami rasakan agak berkurang dalam beberapa dekade terakhir di kota ini.
Saya yakin arek Suroboyo memimpikan ekosistem seperti ini. Bukan ekosistem yang selalu bernilai politis. Tapi ekosistem kreatif yang menguatkan budaya arek Suroboyo yang terkenal sangat kuat. Hanya ekosistem yang bagus dan kuat bisa melahirkan orang-orang kuat. (Arif Afandi)