Predikat Kampung Tempe di Tenggilis Kauman Surabaya, Mulai Luntur
Tenggilis Kauman, Kelurahan Tenggilis, Kecamatan Tenggilis, Mejoyo Surabaya, pernah menyandang predikat Kampung Tempe. Dari Tenggilis Kauman, makanan rakyat itu diproduksi dan didistribusikan ke seluruh pasar, rumah makan dan restoran di Surabaya dan sekitarnya.
Sejumlah literatur menyebut, cikal bakal Tenggelis Kauman menjadi sentra pengrajin tempe sudah ada sejak tahun 1940. Dan jumlahnya pernah mencapai 500-an. Usaha tempe di daerah ini waktu itu tumbuh subur karena turun-temurun dari generasi sebelumnya.
Tempe Tenggilis Kauman
Tetapi disayangkan predikat Kampung Tempe di Tenggilis Kauman ini mulai luntur, seiring dengan berkurangnya pengrajin tempe. Sekarang tersisa beberapa orang saja yang mau meneruskan usaha orang tuanya menjadi pengrajin tempe, salah satu makanan khas Indonesia. "Penduduk Asli Tenggilis Kauman yang menjadi pengrajin tempe tinggal 10 orang. Lainnya beralih profesi, tidak mau jualan tempe, mungkin malu," kata salah seorang pengrajin tempe bernama Gofururrohim.
Gofur sendiri merupakan lulusan Stikosa /AWS Angkatan 93. Sejak 1985 ia memilih untuk meneruskan usaha ayahnya almarhum Abdurrohman sebagai pegrajin tempe. Dia kurang tertarik bekerja di kantoran. Teman-teman seangkatannya di Stikosa ada yang menjadi wartawan, public relation, tapi dia ingin meneruskan usaha ayahnya saja. "Hidup itu pilihan," ujar Gofur menyampaikan alasannya dengan kalimat pendek.
Menurunnya keinginan warga Tenggilis Kauman menjadi pengrajin tempe, terjadi sejak pandemi Covid-19. Pedagang gorengan banyak yang tidak jualan dan kafe banyak yang tutup karena ruang gerak dan aktivitas warga dibatasi. Sejak itu produktivitas perajin tempe di Tenggilis Kauman menurun. "Contohnya nggak jauh-jauh. Saya yang sebelumnya sehari bisa menghabiskan 150 kg kedelai, sekarang hanya 50 kg," ujar bapak dua anak yang kini berusia 52 tahun.
Ketika ditemui Ngopibareng.id di rumahnya, Tenggilis Kauman Gang Buntu, Gofur menyampaikan harapannya atas predikat Tenggilis Kauman sebagai Kampung Tempe bisa dipertahankan.
Dia berharap, kelangsungan produksi tempe oleh warga kampungnya dipertahankan. Sebab kini semakin banyak pendatang yang tinggal di sekitar kampungnya juga membuat tempe. Harapannya, generasi selanjutnya dapat mewarisi usaha produksi tempe tersebut. "Jangan sampai kita sendiri tidak ada yang meneruskan. Karena tempe Tenggilis ini sudah terkenal. Nanti dari luar datang, kualitasnya ndak sama, akhirnya nama Tempe Tenggilis yang tercoreng," tuturnya.
Berdasarkan informasi yang diterima, pendatang yang membuat tempe banyak menggunakan air sungai. Tindakan itu juga sudah berdampak turunnya peringatan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Namun mereka, menurut Gofur, tidak mau berubah.
Kata Gofur dulu kampung , ramai dengan kunjungan dari berbagai komunitas, bahkan ada yang dari luar negeri, mereka belajar cara membut tempe. Dulu warga pernah dikumpulkan Diseprindag, lalu masak-masak. Bahkan dulu pernah didatangkan juru masak dari hotel . Warga dibina gimana caranya bikin olahan tempe seperti nuget dan bakso tempe yang rasanya enak," kenang Gofur.
Tempe Higienis
Dia termasuk generasi ke dua penerus usaha ayahnya yang puluhan tahun menjadi pengrajin tempe. Menurunnya minat menjadi pengrajin tempe, bukan karena masyarakat tidak mau mengonsumsi tempe, tetapi didorong oleh perubahan pola pikir dan gaya hidup yang dipengaruhi oleh perkembangan zaman.
Membuat tempe itu tidak bisa instan atau langsung jadi, memerlukan waktu tiga hingga empat hari, baru bisa dijual. "Prosesnya, juga tergantung pada cuca. Kalau cuaca panas cukup membantu. Sebaliknya kalau tiba-tiba hujan, bisa gagal. Karena pemberian raginya ukurannya berbeda antara cuaca panas dengan penghujan," katanya.
Gofur dalam memproduksi tempe dibantu oleh kakaknya, Bu Sus, dari merebus sampai proses akhir. Sedang Gofur yang bantu menggiling. "Dulu setelah Kedelai direbus dimasukkan karung kemudian dibawa ke pinggir sungai untuk dikuliti dengan cara diinjak-injak. Cara itu kini sudah ditinggalkan. Untuk mendapatkan tempe yang berkualitas dan higienis, kini Gofur membersihkan kedelai menggunakan air sumur. Kecuali merebusnya tetap di pawon menggunakan kayu bakar, selain hasilnya baik juga hemat biaya.
Mengenai kendala lain, yang didapat komunitas pengrajin tempe di Tenggilis, dikatakan hampir tidak ada. Bahan baku untuk membuat tempe berupa kedelai, sementera ini dikatakan cukup aman dan harganya juga turun. Dulu pernah per kilonya pernah Rp15.000, sekarang menjadi Rp10.000/kg.
Tempe Makanan Bergizi Tinggi
Tempe oleh ahli gizi sudah lama diakui sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai dengan 1960-an, diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh, yaitu asam lemak, vitamin, mineral, dan antioksidan.
Proses fermentasi pada tempe meningkatkan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Asam lemak tidak jenuh ini mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolestrol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1, B2, asam pantotenat, asam nikotinat, vitamin B6, dan B12.
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inostol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
Didalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Karena itu tempe tetap disukai oleh masyarakat. Digoreng, disayur dipenyet tetap enak.