Praktisi Hukum: Penggunaan PKH untuk Alat Kampanye Paslon Harus Dipidanakan
Penyalahgunaan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk dukungan kepada salah satu pasangan calon di Pilkada Jatim yang terjadi di Lamongan sangat menciderai proses demokrasi. Kasus harus masuk ranah pidana.
"Kasus ini harus ditindak tegas. Ini uang negara yang dipakai bantuan dan khusus bagi mereka yang sangat miskin yang dikeluarkan berdasarkan Mensos, artinya ini ada penyalahgunaan uang negara," kata praktisi hukum Fahmi Bahmid di Surabaya, Rabu, 25 April 2018..
Karenanya, Fahmi meminta Panitia Pengawas Pemilu dan Badan Pengawas Pemili harus serius dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Bahkan, kasus tersebut sangat dimungkinkan tidak hanya terjadi di Lamongan tapi juga di daerah lain.
"Bukan lagi Panwaslu, tapi Bawaslu pusat harus turun tangan untuk monitorinig, bukan hanya di Lamongan karena kebetulan ada yang berani melaporkan. Ini uang negara yang dipakai bantuan dan khusus bagi mereka yang sangat miskin yang dikeluarkan berdasarkan peraturan Kemensos," ungkapnya.
Menurutnya, kasus penyalahgunaan program Pendamping Keluarga Harapan bisa ditindak secara hukum pidana. Ia juga berharap, tidak hanya ditemukan pelakunya tetapi juga yang menyuruh menyelipkan stiker paslon nomer 1.
"Bisa ditindak proses secara hukum, ini bisa dipidanakan tergantung Bawaslu, bisa ditelusuri harus muncul siapa yang menyuruh. Tidak mungkin ada orang yang bilang tanpa ada suruhan atau yang menyuruh. Ini tidak boleh berhenti disini," harapnya.
Fahmi menyayangkan upaya penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan salah satu calon Pilgub Jatim.
"Yang sangat keberatan adalah ini adalah orang miskin, tolong jangan dipolitisasi, jangan dibawa ke kanan ke kiri biarkan menggunakan hati nuraninya apalagi menggunakan uang negara," tambah Fahmi.
Sekadar diketahui, Seorang pendamping PKH di Lamongan dilaporkan oleh warga penerima manfaat PKH karena telah melakukan kampanye dengan menyelipkan gambar Khofifah-Emil disertai ajakan mencoblos saat memberikan kartu PKH. (wah/frd)