Prakiraan Cuaca Kerap Meleset, Aplikasi Data HP Bukan dari BMKG
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, saat ini banyak informasi cuaca berbasis aplikasi di smartphone kerap meleset.
Menurutnya, itu terjadi karena sumber data dan informasi tersebut bersifat global. Karena tidak sedikit masyarakat yang menganggap data dan informasi yang diberikan berasal dari BMKG karena menampilkan informasi seputar cuaca di Indonesia.
“Padahal setelah ditelurusi data dan informasi tersebut bersumber dari institusi di luar Indonesia, bukan dari institusi resmi pemerintah," ujar mantan Rektor UGM ini dalam siaran pers pada Rabu 18 Oktober 2023.
Seperti diketahui, di Google Play maupun App Store terdapat banyak aplikasi prakiraan cuaca yang tersedia, selain aplikasi resmi dari pemerintah Indonesia "Info BMKG". Meski berbeda nama aplikasinya, namun fungsi aplikasi-aplikasi yang dikeluarkan oleh non pemerintah Indonesia tersebut kurang lebih sama, yakni untuk memprakirakan cuaca.
Dikatakan, Dwikorita, prakiraan cuaca di wilayah Indonesia dikeluarkan secara resmi oleh BMKG yang dapat menjadi patokan untuk masyarakat beraktivitas. BMKG, katanya, merupakan satu-satunya institusi resmi Indonesia yang berwenang untuk memberikan prakiraan cuaca bagi publik di Indonesia, sesuai dengan Undang - undang No. 31 tahun 2009, tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Sementara itu Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan rendahnya tingkat akurasi prakiraan cuaca pada aplikasi yang non pemerintah (pada aplikasi selain Info BMKG). Itu karena prakiraan dibuat dengan data global yang diolah pemodelan matematis dan kemudian didownscale khusus untuk wilayah Indonesia.
Data global tersebut, katanya, merupakan data cuaca yang berasal dari negara-negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organisasi - WMO)
"Termasuk BMKG yang selalu mengirimkan data ke WMO secara otomatis melalui jaringan komunikasi satelit, untuk dihimpun menjadi data global. Namun, perlu dipahami bahwa data dan informasi yang dikirimkan oleh BMKG hanya terbatas data dari 59 stasiun pengamatan di Indonesia yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra," paparnya.
"Oleh institusi non pemerintah, data global tersebut selanjutnya diolah, dimodelkan, dan "didownscale" guna menghasilkan prakiraan cuaca di kota-kota atau di berbagai daerah di Indonesia. Terbatasnya data tersebut tentu saja tidak mampu merepresentasikan kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia," tambah Guswanto.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menambahkan BMKG memiliki ribuan titik observasi yang diperlukan untuk asimilasi dan validasi model Prakiraan Cuaca di seluruh wilayah Indonesia.
Data itu, lanjutnya, kemudian diolah oleh para pemantau (observer) dan Prakirawan (forcaster) sebelum akhirnya disebarluaskan secara resmi oleh BMKG melalui berbagai kanal komunikasi yang dimiliki, salah satunya melalui aplikasi smartphone bernama infoBMKG.
Padahal menurut Andri Ramdhani, BMKG sendiri memiliki fasilitas observasi cuaca dan iklim dengan berbagai sistem dan peralatan cuaca, antara lain puluhan radar cuaca dan ribuan peralatan operasional, yang dilengkapi sistem komputasi dengan "High Performance Computer".
"Karena ditanggung pemerintah, kami mampu untuk menyediakan sistem dan peralatan tersebut, juga mengoperasikan dan memeliharanya. Sebaliknya, institusi non pemerintah tersebut, mungkin tidak mempunyai kapasitas untuk memasang ratusan peralatan dengan sistem processing yang telah diset-up khusus sesuai dengan keunikan dinamika cuaca di wilayah Indonesia," paparnya.
Andri menerangkan, metode pemodelan untuk prakiraan cuaca yang dilakukan BMKG adalah dengan mengintegrasikan data dari ratusan titik-titik observasi, ke dalam pemodelan matematis. Meski metode tersebut hampir sama dengan metoda yang diterapkan oleh institusi lainnya, namun dari segi data, BMKG memiliki data yang lebih lengkap untuk mengasimilasi atau memvalidasi model prakiraan cuaca.
Advertisement