Prabowo Kontra Pameo No Free Lunch
Oleh: Djono W. Oesman
Prabowo-Gibran belum resmi menang Pilpres, program makan siang gratis segera dirancang. “Persiapan program Maret 2024, pelaksanaan Oktober 2024,” kata Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko kepada pers, Jumat 16 Februari 2024.
—----------
Memang, hampir pasti Prabowo-Gibran menang satu putaran. Data quick count menunjukkan begitu. Belum ada perubahan signifikan sampai H plus dua Pilpres.
Makan siang gratis, salah satu janji kampanye Prabowo-Gibran yang paling fenomenal. Sangat ditunggu rakyat. Meski lawan politik, saat kampanye, mengkritik itu. Isi kritik beragam. Katanya, itu tidak mendidik.
Kritik tersebut betul. Mestinya memberdayakan masyarakat. Bukan langsung menyuapinya. Tapi, memberdayakan masyarakat Indonesia sulit dan lama. Setidaknya butuh dua dekade. Orang bisa tidak sabar. Maka Prabowo memilih yang paling cepat, langsung makan gratis.
Penerima program adalah pelajar tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan pesantren. Sudah mereka hitung, total 82,9 juta anak. Setiap hari, kecuali hari libur sekolah. Makan siang plus buah dan minum susu. Luar biasa membantu masyarakat di kondisi harga beras terus naik, sekarang.
Kebutuhannya sudah dihitung. Per tahun butuh sekitar 6,7 juta ton beras, 1,2 juta ton daging ayam, 500 ribu ton daging sapi, 1 juta ton daging ikan, puluhan ton sayur dan buah. Dan (ini yang sulit) 4 juta liter susu sapi segar.
Bandingkan dengan konsumsi susu seluruh rakyat Indonesia. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus penduduk tahun 2020, konsumsi susu 16,27 kilogram per kapita per tahun. Masih kalah dibanding Vietnam yang 20 kilogram per kapita per tahun.
Jumlah penduduk Indonesia, berdasar data BPS 2021 tercatat 273,8 juta. Jika dikalkulasi, konsumsi susu untuk seluruh penduduk Indonesia pada 2021 adalah sekitar 4,45 juta liter susu per tahun.
Sedangkan, kebutuhan susu di makan siang gratis sekitar 4 juta ton susu segar per tahun. Atau, hampir sama dengan konsumsi susu untuk seluruh penduduk Indonesia pada 2021. Berarti pada puncak program makan siang gratis (diperkirakan tahun 2029) tingkat konsumsi susu rakyat Indonesia naik hampir dua kali lipat.
Dananya dari APBN. Tidak diambilkan dari mengurangi subsidi BBM.
Budiman Sudjatmiko: "Pada tahun pertama di bawah Presiden Prabowo Subianto (tahun 2025) menjalankan APBN-nya Presiden Jokowi. Itu aturan konstitusinya. Namun kita akan mencari sumber pembiayaan lain untuk membiayai sebagian di tahun pertama."
Sumber pembiayaan lain, belum disebutkan asalnya. Itulah yang akan dirancang mulai Maret 2024.
Dilanjut: "Meskipun program ini kelihatan sederhana, sekadar menyiapkan makan siang dan minum susu anak sekolah, tapi penerima manfaat 82,9 juta anak sekolah se-Indonesia. Maka program ini akan menjadi sangat masif dan berdampak positif bagi banyak sektor di Indonesia, baik orang tua murid, masyarakat umum, sektor kesehatan, pendidikan dan dunia industri di Indonesia, khususnya industri yang berhubungan dengan pangan,"
Ini seperti pesanan katering jumlah besar. Menimbulkan multiplier effect sangat besar. Melibatkan banyak pelaku ekonomi. Menggerakkan roda ekonomi nasional lebih cepat dibanding sekarang.
Ternyata mereka sudah latihan di Sukabumi, Jawa Barat.
Budiman: "Pilot project sudah jalan dari Januari di Warung Kiara, Sukabumi. Satu dapur itu melayani 16 sekolah dengan total siswa 3.500. Selama ini lancar.”
Program ini kontradiktif dengan pepatah Amerika: "No such thing as a free lunch". Atau sering disingkat: “No free lunch”. Orang Amerika meyakini, tidak ada yang cuma-cuma dalam hidup manusia. Semuanya berbayar. Dalam ilmu ekonomi disebut opportunity cost (biaya peluang). Orang mendapatkan sesuatu dengan memberikan sesuatu.
Gilad James, PhD dalam bukunya, Pengantar Ekonomi Mikro, biaya peluang adalah biaya melepaskan satu kesempatan untuk mengejar kesempatan lain. Dalam bentuk nilai barang, biaya peluang merujuk pada nilai barang yang bisa dihasilkan melalui sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan komoditas tertentu.
No free lunch, tidak diketahui siapa pencetusnya. Tapi sudah beredar di Amerika Serikat (AS) sejak 1930-an.
Wartawan The New York Times, William Safire menulis di medianya, terbitan 14 Februari 1993 berjudul: On Language; Words Left Out in the Cold, menyebutkan, istilah itu sudah dipakai orang Amerika sehari-hari sejak 1930-an. Tidak tahu, dari mana asalnya.
Ia menyimpulkan, itu mungkin bersumber dari tradisi saloon (bar) di AS pada tahun 1930-an. Entah dimulai dari bar mana, tapi kemudian merata di bar-bar di sana. Ceritanya begini:
Pengelola bar menyediakan makan siang gratis bagi semua pengunjung. Tapi kalau minum, bayar. Dan, harga minuman di bar tentu lebih mahal dibanding di supermarket.
Jadi, keuntungan pihak bar dari menjual minuman, disubsidikan ke makan siang gratis. Atau, sebenarnya makan siang itu sudah dibayar pembeli dari keuntungan pihak bar dari harga minuman.
Lalu, bagaimana jika ada pengunjung yang cuma mau makan siang, tapi tidak minum? Ya, tetap gratis. Asalkan, pengunjung itu tebal muka. Mereka cuma mengucap terima kasih ke kasir, setelah makan siang.
Tapi - di sini triknya - semua makanan di situ dibikin agak asin. Steak, keju, burger, dan aneka roti yang asin. Dengan makan itu, pengunjung pasti akan haus. Akhirnya beli minuman. Yang sedikit lebih mahal dibanding di supermarket. Kecuali koboi yang sangat miskin.
Dari situlah muncul istilah “no free lunch”. Oleh ekonom, istilah itu disebut sebagai dasar ilmu ekonomi. Tiada sesuatu yang gratis buat manusia di dunia.
Terus, bagaimana dengan program Prabowo-Gibran itu? Ya… mereka sudah menjanjikan itu di kampanye. Bayarannya adalah suara (vote) dari masyarakat, membuat mereka menang Pilpres.
Tapi, Prabowo-Gibran bukan pemilik bar seperti di Amerika. Mereka (akan jadi) Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Mereka (akan) memberi makan siang gratis rakyat bukan dari duit mereka, melainkan APBN. Jadinya, ya gampang saja mereka lakukan. Pastinya rakyat menyambut gembira.
Seperti kata para musuh politik Prabowo-Gibran, program itu tidak mendidik. Mestinya memberdayakan masyarakat. Seperti istilah: Jangan beri ikan, tapi berilah pancing. Agar orang berdaya memancing ikan.
Betapa pun, mereka yang mengkritik Prabowo-Gibran tidak menjanjikan sesuatu yang jelas dan gampang kepada rakyat, apa yang akan mereka lakukan seandainya jadi presiden? Tidak sejelas program makan gratis itu. Musuh politik Prabowo-Gibran memang punya program. Tapi ruwet dicerna otak publik. Tidak mak-jleb…
Akhirnya, kita tunggu realisasi program itu setelah Prabowo-Gibran dilantik nanti. Prabowo-Gibran seperti teman kita yang akan mentraktir makan: “Kita makan siang, yuk…
Advertisement