PPP, Bencana atau Berkah?
Pernyataan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Dr Soeharso Manuarfa menuai kritikan luas dari internal partai yang merupakan fusi dari Partai NU, Parmusi, PSII dan Perti. Namun di balik kritikan tersebut, menurut saya ada hikmah tersembunyi atau blessing in disguise.
Pernyataan tersebut seolah membangunkan partai yang sedang tertidur pulas ditengah suasana gegap gempita persiapan Pemilu 2024. Ada semacam kesepakatan diam-diam untuk mencari pemimpin karismatik yang dapat mengangkat kembali marwah partai yang dalam beberapa pemilu pernah menduduki posisi kedua di bawah Golkar.
Tentu saja, calon tokoh partai tersebut harus sosok yang dapat mempersatukan partai dan sekaligus mampu menjadi lokomotif untuk meraih suara yang jauh lebih besar dari suara yang diraih dalam Pemilu 2019. Memang tidak mudah, tetapi potensi untuk mendapatkan calon yang kredibel adalah hal yang mungkin karena PPP pernah jaya.
PPP mempunyai masa pendukung fanatik di tengah persaingan sengit termasuk menghadapi politik “tebar uang" dari partai partai besar. Keanggautaan partai juga tidak segmented seperti PKB, PAN dan PKS yang merepresentakan kelompok Islam tertentu. Pendukung PPP terdiri dari berbagai segmen meliputi elemen NU, MD, SI, Al-Wasliyah , DDI, eks Masjumi dll.
Kepemimpinan Partai
Apalagi kalau pemimpin yang dipilih nanti adalah sosok tepat dan mempunyai karisma yang mampu menjadi ikon umat Islam. Kerinduan munculnya pemimpin baru yang akan datang itu bukan suatu hal yang tidak mungkin karena banyak mutiara terpendam didalam tubuh umat. Partai yang dideklarasikan oleh Dr Idham Chalid yang karismatik dan bersahaja ternyata mampu menduduki ranking kedua pada tahun 70an.
Publik khususnya generasi muda merindukan munculnya tokoh pemersatu. Jika sang pemimpin baru nanti tampil, meningkatnya perolehan suara PPP sebagai peraih suara besar, bukan suatu yang mustahil. Pengalaman berkumpulnya satu juta umat di Monas pada 2016 menunjukkan betapa besarnya potensi daya dan semangat persatuan tersebut.
Suasana politik global yang cenderung memarginalkan umat Islam di berbagai belahan dunia, bukan menyurutkan semangat tetapi bahkan sebaliknya. Ada semangat baru, untuk menjawab isu Islamfobia, kampanye kontra-terorisme yang berlebihan dan marginalisasi berupa stigma negatif bagi mereka yang berbeda pendapat dengan penguasa.
Tentu saja yang dikehendaki adalah wajah PPP yang segar dan lebih inklusif, berorientasi masa depan, dan menjadi rumah besar bagi generasi Muslim yang relijius-intelek khususnya generasi milenial yang dinamis. Slip of tounge Manoarfa saya yakin menjadi berkah bagi Partai berlambang Ka’bah tersebut.
Warganet: PPP sejak Suryadharma Ali, dan Romahurmuzy dikriminilasi, belum menemukan tokoh yang bisa mengangkat harkat dan martabat PPP sampai sekarang. Semoga nasibnya tidak sampai seperti Hanura dan lain-lain partai non-parlemen yang sekadar jadi juru sorak pesta pemilu kita doang. (Bey Sofwan)
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta.
Advertisement