Pownis, Kendaraan Umum Khas Bangka Belitung Kini Hanya Ada di Museum
Banyak daerah di Indonesia yang memiliki kendaraan umum khas. Di Yogyakarta ada andong, kereta yang ditarik kuda. Sumatera Utara dan Aceh punya becak motor, dengan kabin penumpang berada di samping seperti sespan.
Di Lombok, NTB, ada cidomo. Bentuknya seperti delman yang ditarik kuda tetapi dua buah rodanya bukan terbuat dari kayu melainkan dari ban mobil bekas.
Di Bangka Belitung, dulu ada kendaaraan besar yang tidak dimili kidaerah lain, yaitu pownis. Kendaraan ini berbentuk bus ukuran tanggung, tetapi interiornya termasuk kursi penumpang terbuat dari kayu. Rangka luar juga dari kayu, sehingga penampilan pownis benar-benar artistik.
Pownis adalah angkutan umumnya yang menghubungkan Pangkal Pinang dan Sungai Liat pada tahun 1960 hingga 1990. Bus itu awalnya berjumlah 53 unit, namun kini hanya tersisa dua unit. Itupun sudah dimuseumkan, disimpan di Museum Timah Indonesia yang ada di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau Babel.
"Dahulu bus ini melayani transportasi distrik Pangkal Pinang ke Sungai Liat. Namun kini sudah tidak ada lagi, hanya tersisa dua unit yang masih bekerja baik dan masih kami lestarikan," kata Wakil Pengurus Museum Timah Indonesia Yahya Winda Ardianto beberapa waktu lalu.
"Pownis" merupakan kependekan Perusahaan Oto Warga Negara Indonesia Sungai Liat yang dibentuk oleh para pengusaha atau pemilik armada bus pada tahun 1959.
Yahya menceritakan bahwa dua unit bus kayu itu dibeli dari pemilik yang sudah kerepotan mengurus. Dua unit bus itu kemudian dirawat di Museum Timah dan bisa digunakan untuk keperluan wisata daerah.
Secara fisik, bus kayu yang terpajang itu memang tidak sepenuhnya menggunakan kayu, melainkan memakai sasis dan mesin Mitsubishi Colt Diesel 100 PS tahun 1987.
Kayu-kayu jati dengan ketebalan 5 cm itu digunakan pada lantai, atap, pintu dan bodi kabin penumpang. Bangku-bangku di barisan penumpang juga terbuat dari kayu.
Ruang kemudi bus kayu masih mempertahankan interior Colt Diesel 100 PS dengan lingkar kemudi yang besar, spedometer konvensional dan sebaris bangku yang memuat tiga penumpang.
Yahya menjelaskan bus itu masih mempertahankan mesin dan bodi yang asli, atau tidak mengalami restorasi.
"Ada dua unit warna merah. Semuanya masih asli. Hanya perbaikan sedikit pada mesin karena ada keausan, dan hal-hal kecil untuk mempercantik," katanya.
Koordinator Indonesia Classic n Unique Bus (Incubus) A.M Fikri mengatakan bus dengan kabin kayu sudah jarang ditemukan di Tanah Air, kendati sempat menjadi angkutan andalan beberapa wilayah.
Menurut Fikri, bus kayu memiliki keunggulan karena menggunakan bahan kayu jati berukuran tebal sehingga memberikan kekuatan dan daya tahan yang lama.
Namun seiring hadirnya bus-bus baru, model kabin kayu jati perlahan ditinggalkan karena mahalnya biaya perawatan.
"Bus kayu dari tahun 60-an sampai 90-an masih ada. Sekarang sangat jarang," katanya. "Itu dijual karena pemiliknya sudah tak sanggup merawat. Bahan kayu jati juga mahal."
Salah satu pownis dari Babel ini, selama tiga hari 22 sampai 24 Maret lalu berada di Jakarta, diikutkan dalam pameran bertajuk Indonesia Classic N Unique Bus (Incubus) di JIExpo Kemayoran. Pownis nampak gagah, berjajar dengan beberapa bus klasik dari beberapa generasi yang ikut dipamerkan. Pownis tinggal kenangan. (nis/ant)