UMKM eks Lokalisasi Dolly Mulai Bangkit Usai Pandemi
Suara mesin jahit terdengar samar-samar tatkala memasuki Gang Dolly di Jalan Kupang Gunung Timur, Surabaya. Dua tiga petugas Linmas berjaga di sudut jalan dan depan rumah yang dipakai usaha kecil mikro dan menengah (UMKM).
Suara mesin jahit itu tampak sangat jelas ketika mendekati salah satu rumah yang bertuliskan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya. Rumah yang dulunya bekas Wisma Barbara kini sudah beralih fungsi sebagai tempat UMKM yang bernama KUB Mampu Jaya.
KUB Mampu Jaya ini merupakan UMKM bentukan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang dikelola masyarakat sekitar lokalisasi Dolly. UMKM ini berdiri sejak tahun 2014 atau pasca penutupan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara ini.
Aktivitas para pekerja yang mayoritas perempuan pada pagi itu cukup sibuk. Ada yang menjahit, ada pula yang membentuk pola sepatu dan sandal. Para pekerja perempuan didominasi usia ibu-ibu mulai usia 35 ke atas.
Ketua UMKM KUB Mampu Jaya, Tri Ningsih mengatakan, saat ini UMKM yang memproduksi sandal kulit, sandal hotel dan sepatu ini mulai beroperasi kembali, setelah sebelumnya sempat berhenti total karena dampak pandemi covid-19.
Sebanyak 18 karyawan yang terdiri 14 perempuan dan 4 laki-laki tampak sibuk mengolah bahan-bahan sepatu dan sandal. Ada yang sibuk menjahit yang kebanyakan dikerjakan oleh karyawan perempuan. Ada juga yang sibuk membuat pola sepatu dan sandal yang banyak dikerjakan oleh karyawan laki-laki.
"Ini sudah mulai aktif lagi setelah 3 bulan awal pandemi tutup total. Para karyawan mulai bekerja pukul 8.00 pagi hingga berakhir pukul 4.00 sore," katanya.
"Tapi karena pekerjanya kebanyakan ibu-ibu kadang ada yang masuk jam 9, tapi nanti pulangnya jam 5. Pokoknya dalam satu hari kerja 8 jam," imbuh Ati ditemui Ngopibareng, Selasa, 9 Maret 2021.
UMKM yang menempati salah satu wisma paling besar dan paling mewah di eks lokalisasi Dolly ini setiap hari mampu memproduksi 1.000 sandal jenis hotel perhari. Sedangkan, untuk sandal dan sepatu kulit per minggunya bisa menyelesaikan 500 hingga 1.000 pasang.
Wanita berusia 38 tahun ini bercerita, saat ini pesanan sandal hotel sudah mulai banyak berdatangan. Awal pandemi, UMKM binaan walikota Tri Rismaharini ini sempat berhenti produksi karena tidak ada pesanan.
"Ini Alhamdulilah sudah banyak pesanan yang datang. Kemarin, awal pandemi sempat berhenti tiga bulan karena tidak ada pesanan. Barang yang kita produksi tidak bisa keluar, sehingga tidak ada pemasukan. Ya terpaksa berhenti sementara," kata Ati, panggilan akrabnya.
Saat ini, katanya, UMKM yang dipimpin mulai bangkit lagi. "Kita beroperasi sudah hampir 8 bulan ini. Alhamdulillah sudah mampu memenuhi biaya operasional dari hasil pesanan. Termasuk gaji karyawan yang setiap minggu mendapat Rp400 ribu perorang," katanya.
Berbeda dengan UMKM yang berada di Jalan Putat Jaya 8B. UMKM batik yang menempati bekas lokalisasi Jarak ini sepi. Para pelaku UMKM-nya pun tidak ada penghasilan dari usaha yang digelutinya itu.
"Sejak awal pandemi hingga saat ini drastis sudah ndak jalan. Tidak bisa jadi mata pencaharian, karena tidak ada orderan," ujar Kusmiati, salah satu pemilik UMKM Batik.
Kusmiati yang ditemui saat sedang membuat batik tulis bermotif jembatan Suramadu dan Tugu Pahlawan ini mengaku tidak bisa berbuat banyak menghadapi sepinya pembeli. Wanita 56 tahun terpaksa harus merumahkan 10 karyawannya.
Mereka hanya dipekerjakan kembali ketika ada orderan. "Kalau tidak ada orderan ya mereka hanya diam di rumah. Tapi ada yang berjualan makanan," kata Kusmiati.
Begitu juga Kusmiati, yang mengerjakan batik tulis bukan karena orderan, melainkan untuk mengisi waktu luangnya.
"Tidak ada orderan, hanya stok saja batik tulis saya kerjakan saat senggang. Saya biasanya buat batik motif bungga, dan motif yang dekat dengan Surabaya, seperti jembatan merah, sura dan baya, dan tugu pahlawan," katanya.
Nasib serupa juga dialami pengelola Sentra Batik Putat, Trees. Lelaki usia 40 tahun ini mengaku sepi orderan. Bahkan sejak pandemi pesanan batik kosong. Pengunjung pun sepi karena kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
"Orderan batik banyak dari tamu yang berkunjung. Kalau tidak ada tamu ya tidak ada orderan yang masuk," kata Trees.
Selain dua UMKM tersebut, masih ada belasan UMKM di eks lokalisasi Dolly dan Jarak bernasib sama. Ada yang masih beroperasi, ada yang sudah tutup. Barang-barang hasil produksi UMKM ini pun masih banyak terpajang rapi di pusat oleh-oleh Dolly Saiki Point (DS Point).
Advertisement