Potong Satu Kapal Bisa Raup Untung Rp 3 Miliar
Bisnis pemotongan kapal di Desa Tanjung Jati, Kamal, Bangkalan, Madura, tak pernah mengenal krisis. Sejak beroperasi sekitar tahun 1980-an sampai sekarang tetap eksis. Kini, ada belasan bos atau juragan pemotongan kapal di pantai sepanjang 300 meter itu. Untungnya sangat menggiurkan. Satu kapal bisa mendatangkan pundi pundi miliaran rupiah. Hebatnya, semua pemilik pemotongan kapal dan pekerja umumnya asli putra daerah Desa Tanjung Jati. Meski setelah sukses sebagaian para bos memilih berkantor dan tinggal di Surabaya. Lebih jelasnya ikuti laporan wartawan ngopibareng.id, Bahari, yang akan kami naikkan secara bersambung mulai hari ini, Minggu 11 Februari 2018. Tulisan berikutnya akan kami naikkan hari Senin dan Selasa.
PAGI itu, suasana Desa Tanjung Jati. Kecamatan Kamal, Bangkalan, Madura, terlihat sangat ramai. Ratusan pekerja umumnya mengenakan pakaian menutupi seluruh tubuhnya tidak terkecuali wajah sibuk berkutat aktivitasnya masing masing.
Ada yang mengelas, memindahkan potongan besi ke truk, sebagaian mencungkil cungkil besi yang baru di alas dengan linggis agar lepas dari bodi kapal. Para pekerja hampir menutupi semua anggota tubuhnya teramsuk wajah guna menghindari terik mentari dan percikan api dari pengelasan.
Dimana mana terlihat kepulan asap membumbung dibarengi percikan kembang api hasil pemotongan kapal yang sandar di sepanjang pantai. Ada kapal masih utuh, sudah separoh dipotong bahkan ada tersisa sekat besi bagian paling bawah kapal.
Para operator crane-crane besar sibuk memidahkan besi potongan jumbo dari kapal ke daratan yang beratnya bisa mencapai puluhan ton. Mesin kapal misalnya, rata rata beratnya 30 ton. Baru setelah dipindah ke darat tukang las memotong motong potongan besi besat tadi menjadi bagian lebih kecil.
Selanjutnya oleh kuli panggul menaikkan ke truk bersiap dikirim ke pabrik. Untuk menuju Desa Tanjung Jati cukup mudah. Setelah keluar dari tol Suramadu arah Bangkalan, begitu ada perempatan belok kiri ke arah Lebang.
Setelah empat atau tiga kilometer melewati jalan desa nan mulus dengan pemandangan hijau persawahan, sampai lah di Desa Tanjung Jati. Kalau naik kapal penyeberangan kapal ferri dari Tanjung Perak. Setelah sampai Kamal belok kanan. Jaraknya lebih dekat. Dari Tanjung Jati sejauh mata memandang nun jauh di sana tampak puluhan bahkan ratusan kapal berbagai ukuran sandar di Pelabuhan Tanjung Perak. Juga gendung perkantoran menjulang di sekitar Tanjung Perak tampak jelas dari pantai Tanjung Jati.
Saat ngopibareng .id celingak celinguk, tanya pemilik atau mandor pemotongan kapal kepada para pekerja di di warung, mendadak muncul seorang pria mengenakan T-shir putih merek ternama pabrikan Jerman.
Badannya atletis. Penampilan keren layaknya pengusaha sukses perkotaan. Dipandu gaya rambut metropolis banget. ‘’Ya, itu bosnya,’’ kata karyawan tadi seraya menunjuk pria tadi.
Namanya Thohari , 38 , bos CV Sinar Agung Sejahtera (SAS), salah satu pemilik galangan pemotongan kapal di Desa Tanjung Jati. ‘’Ya.. bisa dibantu,’’ kata Thohari ramah.
Thohari mengaku tidak ingat persis kapan keluarganya memulai bisnis pemotongan kapal . Yang jelas sejak kecil keluarganya sudah merintis bisnis pemotongan kapal di Tanjung Jati. ‘’Ilmu pemotongan kapal dan menaksir berapa harga kapal pun diwariskan secara turun menurun,’’ aku Thohari.
Setelah lulus sekolah, Thohari seperti halnya keluarga Madura lainnya juga ikut menekuni bisnis pemotongan kapal yang dirintis keluarganya. Hanya menejemen lebih modern. Misalnya, untuk memburu, membeli kapal yang akan dipotong Thohari membangun jaringan di daerah daerah yang banyak menjadi pangkalan kapal. Surabaya, Batam, Medan, Jakarta. Kalimantan, Sulawesi seperti Makassar, Manado, Bitung bahkan sampai Papua.
Begitu dapat laporan ada penjualan kapal biasanya Thohari segera mengirim orang kepercayaanya mengecek kondisi kapal di lapangan. Berapa berat kapal? Bagaimana kualitas besi atau baja kapal? Bagaimana kondisi mesin kapal? Masih bisa jalan, atau sudah rusak. Sebab, kalau rusak kapal harus ditarik tug boat. Itu menambah biaya.
Bagaimana juga kondisi perlengkapan di kapal? Masih utuh atau sebagaian sudah dipreteli dan seterusnya. ‘’Semua itu mempengaruhi taksiran harga kapal,’’ jelas Thohari.
Faktor penting lainnya jam terbang atau pengalaman menaksir harga kapal. Itu tidak ada ilmunya karena berdasarkan pengalaman dan insting. Kadang juga main feeling atau mengandalkan naluri bisnis semata. ‘’Kalau salah naksir harga kapal bisa rugi. Makanya, kita ekstra hati hati,’’ ujar bapak dua anak itu.
Tapi, alhmadulillah selama ini taksiran perusahaannya saat membeli kapal jarang mbleset atau keliru. Sebab, kalau sampai salah taksir bisa rugi puluhan bahkan ratusan juta.
Agar tidak rugi dalam menaksir harga kapal sebenarnya ada patokannya atau hitung hitungnya. Misalnya, berapa berat kapal, lebar, tinggi dan luas kapal. Dari situ nanti akan ketemu hitung hitunganya. ‘’Mungkin ada pertimbangan lain. Tapi, tidak jauh dari yang saya sebutkan tadi,’’ tambahnya.
Setelah semua ukuran tadi dihitung seksama, ketemu berapa harga penawaran yang diajukan ke pemilik kapal . Tentu ada proses negoisasi harga. Setelah tercapai harga sepakat, maka segera dibayar. Jadi, tidak rumit rumit amat.
Makin besar berat kapalnya, makin mahal harganya. Kapal yang pernah dibeli perusahaan Thohari bobotnya pernah mencapai 2000 ton bahkan lebih. Tapi, umumnya berkisar antara 1000 ton sampai 1500 ton. Atau bahkan pernah 500 ton bahkan dibawah berat itu juga pernah. ‘’Yang penting menguntungkan. Makin berat bobot kapal yang dipotong biasanya keuntunganya makin besar,’’ paparnya.
Berapa harga setiap kapal yang akan dipotong. Macam macam tergantung berat dan kondisinya. Tapi, satu kapal harganya bisa mencapai Rp 15 miliar bahkan Rp 20 miliar. Tapi, kalau kapal dengan berat 1000 ton bisa dibawah Rp 10 miliar. ‘’Jadi, harganya bervariasi ,’’ tambahnya.
Bagian kapal yang mana paling mahal saat dijual? Thohari mengatakan, hampir seluruh isi kapal bisa dijual. Yang paling utama tentu lempengan baja atau scraf. Makin bagus kualitas bajanya, makin mahal harganya. Yang lain, kabel, dynamo, baling baling kapal, mesin, tembaga, kuningan. Semua ada harganya. ‘Tidak ada yang tidak laku. Semua bagian kapal laku dijual,’’ terangnya.
Semua bagian kapal tadi sudah ada pembelinya. Yakni, pabrik pabrik di Surabaya dan sekitarnya. Berapa pun besi yang ada hasil mutilasi kapal yang dipotong pasti laku karena sudah ada pembelinya.
Kenapa kapal kapal tadi dijualpemiliknya? Kata Thohari macam macam. Umumnya karena kapal sudah tua dan masa laik layar sudah habis,. Misalnya, kapal sudah berumur lebih 25 tahun. Mesin kapal terbakar hingga kapal sudah tidak berfungsi. Kadang ada kapal sudah tua tapi biaya perbaikan mahal akhirnya pemilik memilih menjual daripada mengeluarkan biaya perbaikan sangat besar.
Soal keutungan? Thohari merendah. ‘’Yang penting bisa untuk hidup dan membayar para karyawan,’’ ujarnya.
Tapi, kabarnya keuntungan pemotongan satu kapal saja sangat besar. Satu kapal bisa mencapai Rp 3 miliar hingga 4 miliar. Benarkah? ‘’Ya benar itu. Kira kira segitu lah untungnya,’’ akunya.
Apa suka dukanya bisnis pemotongan kapal? Thohari mengaku kalau untung besar menyenangkan. Apalagi, harga besi naik, untung makin gede. Tapi, dukanya kalau harga besi anjlok seperti beberapa tahu silam. Tidak rugi saja sudah bersyukur. Kini harga besi dari pabrik sekitar per kilonya berkisar antara Rp 3850 per kilogram sampai Rp 5200 per kilogram.
Selama wawancara Thohari kerap menerima telpon. Wawancara pun terhenti. Setelah selesai menjawab telepon, wawancara disambung lagi. Itu beberapa kali terjadi. ‘’Saya buru buru mau pergi ke kantor (daerah Sidoyoso).
Bagaimana ini?. Saya pamit ya..,’ kata Thohari.
Tapi, sebelum beranjak pergi Thohari memanggil seorang pria. ‘‘Ini mandor pemotongan kapal saya. Namanya, Pak Takrip. Sampeyan nanti bisa ngomong ngomong sama bapak ini,’’ kata Thohari.
Saat diambil gambarnya, Thohari juga minta ditemani Takrip yang juga asli warga Tanjung Jati. Thohari merangkul Takrip. Mereka tampak akrab dan dekat . ‘’Saya sudah bekerja di sini sejak tahun 2000. Sebelumnya bekerja di kapal tapi di Jakarta,’’ ujar Takrip ramah. (bahari/bersambung)