Potong Gaji untuk Tapera, PKS Minta Pemerintah Perhatikan Kelas Menengah
Pemerintah memperbarui aturan mengenai iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).Berdasarkan aturan tersebut, ada dua kategori Peserta Tapera, yaitu pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan untuk menjadi peserta Tapera.
Sedangkan yang berpenghasilan di bawah upah minimum tidak wajib, tapi dapat menjadi peserta. Batas usianya minimal 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar.
Merespons kebijakan pemerintah ini, anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan, ketentuan baru ini berdampak luas. Banyak orang yang akan terkena aturan ini.
"FPKS perlu memberikan beberapa catatan agar aturan ini memberikan manfaat seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat," kata Suryadi.
Pertama, terkait golongan kelas menengah yang sudah memiliki rumah, misalkan sudah telanjur membelinya atau dari warisan orang tua, tapi masih juga diwajibkan untuk ikut program ini.
Dalam aturan PP No. 25/2020 (tidak direvisi) disebutkan bagi peserta non-MBR, maka uang pengembalian simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir, yaitu karena telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri; meninggal dunia; atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 tahun berturut-turut.
Fraksi PKS mengusulkan golongan kelas menengah ini dapat dibantu untuk dapat membeli properti yang produktif, seperti misalnya ruko dan sebagainya. Sehingga dengan demikian akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah.
"Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) tahun 2023, menyebutkan bahwa kebijakan ekonomi Jokowi saat ini cenderung melupakan kelas menengah," ujar Suryadi.
Padahal, pemerintah harus fokus pada pengembangan kelas menengah yang kuat dan inovatif karena mereka adalah motor utama pembangunan jangka panjang.
"Fraksi PKS mendorong agar kelas menengah ini juga diperhatikan. Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR, sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi. Namun, di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi, sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga masih harus menyisihkan uang untuk Tapera", ungkap anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.
Fraksi PKS, juga meminta agar kelas menengah tanggung seperti generasi milenial dan Gen Z saat ini lebih khusus lagi diperhatikan.
"Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR. Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah," urainya.
Yang kedua, terkait pekerja mandiri yang pendapatannya tidak tetap, kadang cukup, kadang kurang, bahkan tidak ada penghasilan sama sekali.
"Tentunya iuran untuk pekerja mandiri ini perlu diatur oleh BP Tapera secara bijaksana dan perlu diklasifikasikan dengan baik agar tidak memberatkan para pekerja mandiri," jelasnya.
Yang ketiga, penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Terdapat Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020 yang mengatur batasan maksimal penghasilan MBR pada kelompok sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB (Subsidi Selisih Bunga) dan SSM (Subsidi Bantuan Uang Muka), yaitu maksimal Rp8 juta per bulan.
"Hal ini perlu dikaji lebih dalam apakah batasan ini perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak rumah bersubsidi yang terbengkalai karena tidak diserap oleh masyarakat," pungkasnya.
Yang keempat, Suryadi menambahkan, FPKS meminta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan Tapera sejak tahun 2020 berdasarkan PP No. 25/2020, apakah peserta Tapera yang MBR memang mengambil jatahnya untuk membeli rumah.
"Juga perlu dievaluasi apakah peserta non-MBR yang sudah pensiun dan ingin mencairkan Tapera tidak dipersulut dengan prosedur yang bertele-tele terutama yang berdomisili di daerah.
FPKS minta prosedur atau pengembangan dana Tapera diawasi secara ketat dan transparan agar dana Tapera tidak disalahgunakan. Sebab itu, pengelolanya harus benar amanah.