Positif OTG, Ibu Terpisah dengan Lima Anaknya Lantaran Diisolasi
Waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB. Di rumah bercat tembok hijau muda dan berukuran cukup besar itu terasa sepi. Rumah tersebut dihuni seorang ibu dengan kelima anak laki-lakinya.
Adalah ZF, ibu yang sehari-harinya bekerja sebagai perias pengantin. ZF juga merangkap menjadi pemilik dekorasi berbagai acara hajatan. Perempuan berusia 38 tahun itu tinggal di Dusun Kandangan, Desa Kepuhkembeng, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
ZF telah kembali ke rumah pada 21 Juli 2020, setelah 36 hari diisolasi lantaran dinyatakan orang tanpa gejala (OTG). Sebelumnya, tak pernah terlintas dibenaknya, ZF akan meninggalkan kelima anaknya. Kesedihan berpisah dengan para anaknya bermula setelah wafatnya sang ibu pada 27 Mei 2020.
Ibunya yang menderita penyakit komplikasi diisukan positif covid. Bahkan ada yang mengatakan jenazah ibu dibungkus dengan plastik.
Tepat satu hari setelah kepergian ibu, ZF beserta keluarga besarnya di rapid test oleh tenaga kesehatan setempat. Saat itu hasil yang keluar negatif. Namun, sepuluh hari kemudian saat dilakukan rapid test ulang, ZF dan ayahnya diketahui reaktif.
“Ibu saya itu sakit lambung dan diabetes tapi digembar-gemborkan positif Covid-19. Nggak ada yang mau memakamkan kecuali keluarga terdekat dan tukang gali kubur. Pada 28 Mei saya, kelima anak saya, adik saya dan bapak dirapid tetapi hasilnya negatif. 8 Juni dirapid lagi, hasilnya saya dan bapak yang reaktif,” kata ZF kepada Ngopibareng.id, pada Sabtu 25 Juli 2020.
Tak lama setelah itu, tepatnya 15 Juni 2020 ZF mendapat telepon dari bidan desa. ZF diminta bergegas. Dia akan diisolasi di Tennis Indoor Jombang, tempat isolasi khusus warga yang hasil rapid test reaktif. Pada awalnya, ZF berencana membawa balitanya yang berusia 2 tahun sebagai penyemangatnya. Sayangnya, niat tersebut diurungkan demi keamanan sang anak.
Dibantu Adik dan Paman
Sejak ZF diisolasi di Tennis Indoor, ZF dibantu adik perempuan, saudara jauh dan pamannya untuk mengurus kelima anaknya. Bersyukur, mereka masih tinggal di wilayah Jombang. Sang adik setiap harinya datang untuk memasak sayur dan lauk. Selain itu, dia juga merawat anak ZF yang berusia lima tahun.
Sang paman juga sering memantau kondisi keponakannya dengan menyambangi rumah. Sementara itu, anak ZF yang berusia 2 tahun dititipkan di saudara jauh. Sedangkan, di rumahnya sendiri putra ZF yang berusia 10 tahun dan 12 tahun dirawat oleh putra sulungnya yang berusia 17 tahun.
“Anak saya yang usia dua tahun dirawat saudara jauh yang juga tinggal di Jombang. Putra yang nomor dua dan tiga dirawat anak pertama saya. Adik saya juga setiap hari datang ke rumah untuk masak, dia ngasuh anak saya yang usia 5 tahun dibantu paman juga,” ujar ZF.
ZF mengaku bersyukur, selama diisolasi banyak pihak yang turut peduli kepada keluarganya. Teringat banyak sumbangan datang dari teman sesama perias, tempat pendidikan al-quran setempat, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain. Mereka memberi susu, dana, mie instan, telor, minyak, dan popok bayi.
Kendati demikian, sebelum pergi diisolasi, ZF sempat memberi pegangan uang sejumlah ratusan ribu kepada anak pertamanya. Di sisi lain, ZF menyayangkan tidak adanya kepedulian dari pemerintah desa pun kabupaten.
“Alhamdulillah banyak yang peduli ya, ada yang ngasih susu, uang, mie instan dan telor. Sayangnya dari pemerintah kabupaten dan desa sampai saya keluar nggak turun bantuan sama sekali. Saya sempat mengajukan untuk snack dan pampers, tapi katanya dana untuk Covid-19 nggak ada,” sesalnya.
Menangis Seminggu hingga Tak Dikenali Anak
ZF sempat galau. Dia memikirkan nasib kelima anaknya tanpa seorang ibu. Namun, kebaikan hati keluarga, akhirnya membuat ZF tenang. Ditambah lagi, kelima anaknya manut, atau mudah diatur, dan tidak rewel.
Selama diisolasi, per harinya ZF menghubungi putra pertamanya hingga 10 kali. ZF mengingatkannya agar tidak lupa salat, mengaji, mendoakan, serta menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi susu, dan vitamin.
Dibalik ketegarannya, ZF tak bisa menutupi kesedihannya. Dia sempat menangis dan tidak bisa tidur nyenyak selama satu minggu. Dia selalu terbayang kelima anaknya. ZF pun mengingat wafatnya kedua orang yang dicintainya, yakni ibu dan suaminya.
“Ya Allah ini cobaan apa, saya baru ditinggal ibu saya meninggal. Suami saya baru meninggalkan saya pada Oktober 2019. Belum lagi saya harus meninggalkan kelima anak saya, padahal dari dulu saya nggak pernah meninggalkan mereka,” kenang ZF dengan menahan air matanya agar tak jatuh di pipi.
Mirisnya lagi, kepala dusun dan modin setempat mengumumkan di musala saat dirinya dan ayahnya menjadi pasien positif Covid-19. Ditambah lagi, pemberitaan di media yang menyebutkan secara jelas nama terangnya.
"Untuk menghibur diri, saya menghabiskan waktunya dengan beristighfar dan bercanda dengan sesama pasien sesama Covid-19," ungkapnya.
Namun semua rasa sedih itu telah sirna, setelah dia diperbolehkan pulang usai menjalani 5 kali tes swab. Saat pulang kampung, ZF disambut ritual mandi kembang oleh warga. Tetapi, dia sedih karena anak balitanya tidak mengenali dirinya lagi. Butuh kesabaran ZF untuk mengingatkan bayinya bahwa dia adalah ibunya.
“Pas saya pulang anak saya yang balita nggak kenal saya. Saya dilihatin terus menerus. Akhirnya saya bawa ke rumah dan tak lama setelah itu dia bisa memanggil saya ibu. Rasanya ya Allah ingin menangis,” tutupnya.