Zona Merah Pekat, Pool Test Tak Cocok di Surabaya
Temuan Universitas Andalas di Sumatera Barat dalam proses pemeriksaan spesimen swab test pasien dengan gejala atau yang sudah positif virus corona (covid-19) dengan metode pool test tak akan digunakan oleh Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga, di Surabaya.
Kepala ITD Unair, Profesor Inge Maria Lucida menjelaskan, metode tersebut dinilai tidak cocok apabila digunakan di Jawa Timur, khususnya Surabaya yang sudah masuk zona merah sangat pekat. “Tidak cocok ya kalau di kita, pool test itu di tempat yang masih jarang atau masih hijau," katanya.
Ia lantas memberikan contoh bagaimana metode pool test dilakukan pada sebuah wilayah kecil dengan satu kasus positif covid-19. Maka, semua spesimen warga yang tinggal di tempat tersebut diambil, untuk dikumpulkan atau di-pool jadi satu dengan tujuan diperiksa sekaligus.
Jika ditemukan hasil positif, maka populasi akan dicek kembali satu persatu untuk menegakkan hasil. "Kalau hasilnya negatif maka semua negatif. Kan itu jadi cepat, reagen hemat, waktu hemat,” jelas Inge.
Tetapi metode itu tak cocok digunakan di Surabaya, dengan kasus yang banyak tersebar di berbagai tempat. Sebab kemungkinan ditemukan positif sangat tinggi di wilayah yang sangat luas. "Kemudian kalau kita periksa 10 orang sekaligus ada yang positif, maka kita harus ulang lagi satu-satu, malah jadi buang waktu, energi terbuang, dan reagen terbuang,” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini pihaknya sudah tidak kewalahan lagi menangani spesimen yang ada karena sudah ada banyak laboratorium rujukan yang ada di setiap daerah, ditambah mobile PCR bantuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang sudah mengurangi beban ITD Unair.
Saat ini, pihaknya bisa memeriksa 300 spesimen dengan dua kali running karena memiliki dua mesin PCR, setiap harinya. “Sekarang cukup nyaman 1-2 hari bisa selesai. Saat itu (1-2 bulan pertama) kewalahan,” akunya.
Sebelumnya, kabar tentang metode pool test yang dilakukan oleh Universitas Andalas di Sumatera Barat, menjadi populer. Metode ini dianggap mampu menghemat waktu, tenaga, dan biaya, terutama untuk mencari kasus covid-19 positif di lingkungan dengan populasi yang tak banyak terinfeksi.
Advertisement